Kinerja Terpengaruh Gejolak Harga Nikel, Cek Rekomendasi Saham Merdeka Battery (MBMA)



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) masih akan disetir oleh fluktuasi pergerakan harga nikel. Performa MBMA diperkirakan bakal lebih baik seiring permintaan nikel pulih dari Tiongkok.

Equity Analyst OCBC Sekuritas Devi Harjoto memaparkan, MBMA berhasil mengantongi laba bersih sebesar US$3,7 juta pada kuartal I-2024, membalikkan kerugian bersih sebesar US$7,01 juta pada tahun sebelumnya. Namun, secara triwulanan, laba bersih MBMA anjlok 41,0% di kuartal I-2024, meleset dari konsensus/perkiraan.

“Kinerja laba yang buruk pada kuartal pertama disebabkan oleh rendahnya harga nikel secara kuartalan,” ungkap Devi dalam riset 10 Juni 2024.


Di sisi lain, lanjut Devi, pendapatan MBMA turun 2,3% QoQ menjadi US$444,2 juta karena pendapatan Nickel Pig Iron (NPI) turun 12,1% QoQ, yang sebagian besar terdampak oleh rendahnya harga jual (ASP) dan pengiriman masing-masing sebesar 8,6% QoQ dan 3,8% QoQ.

Namun secara tahunan, pendapatan MBMA meroket 211,2% YoY, didukung oleh peningkatan produksi RKEF dan akuisisi fasilitas konversi nikel matte HG pada pertengahan tahun 2023. Hal ini tercermin dari penjualan nikel matte yang melonjak lebih dari 300% menjadi 14,4 ribu pada kuartal I-2024, sejak pertama kali diperkenalkan pada kuartal kedua 2023 dengan produksi mencapai 12,0 ribu.

Baca Juga: Rugi Emiten Milik Boy Thohir (PALM) Menyusut, Raup Cuan Dari Saham MBMA dan MMLP

Selain itu, margin kotor MBMA meningkat menjadi 4,0% di kuartal I 2024 dari 3,5% di kuartal IV-2023. Hasil ini sebagian besar disebabkan oleh penurunan biaya tunai NPI seiring dengan peningkatan produksi.

Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta Utama mengatakan, performa nikel buruk ini karena dipengaruhi oleh faktor peningkatan suplai dari industri nikel secara global. Dan juga dipengaruhi melambatnya perekonomian Tiongkok, sehingga memicu penurunan tingkat permintaan nikel.

Namun demikian, Nafan memproyeksi, perlambatan permintaan nikel ini mungkin tidak akan berlangsung lama. Hal itu karena dalam jangka panjang, nikel benar-benar bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk industrialisasi kendaraan listrik (electric vehicle) di tanah air.

“Saya pikir memang prospektif untuk jangka panjang, sambil kita juga harus melihat adanya potensi peningkatan permintaan nikel. Sekaligus mencermati adanya gangguan rantai pasokan. Jadi inilah peluang dan tantangan bagi MBMA ke depan,” ucap Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (22/7).

Nafan menilai bahwa pasti akan ada siklus harga nikel dapat menguat lagi di masa mendatang. Dengan demikian, sentimen positif harga nikel tersebut dapat menyokong saham MBMA.

Devi menuturkan, MBMA masih mempertahankan panduan terbaru untuk produksi NPI sebesar 85.000-92.000 dengan biaya tunai rata-rata sebesar US$ 10.000-US$ 12.000, dan merevisi biaya tunai nikel matte sebesar US$ 13.000 per ton dengan panduan produksi yang sama sebesar 50.000-55.000 ton untuk tahun 2024.

Baca Juga: Harga Komoditas Mineral Menguat di Kuartal II 2024, Kinerja Emiten Tambang Melesat

Selanjutnya, manajemen telah mengumumkan keberhasilan commissioning pabrik Acid Iron Metal (AIM), ditandai dengan produksi asam pertama dan dikirimkan ke pelanggan pada akhir bulan April 2024.

Secara keseluruhan, OCBC Sekuritas memproyeksikan pendapatan MBMA akan mencapai US$1,92 miliar pada tahun 2024. Sementara, perkiraan laba bersih MBMA sekitar US$87.8 juta.

“Kami mengantisipasi operasi AIM akan mencerminkan EBITDA MBMA tahun ini. Selain itu, kenaikan harga nikel pada kuartal kedua 2024 diperkirakan akan memengaruhi kinerja MBMA pada kuartal tersebut,” imbuh Devi.

Dengan berbagai sentimen tersebut, Devi menyarankan buy untuk MBMA dengan target harga sebesar Rp 650 per saham, turun dari sebelumnya Rp 750 per saham. Kalau Nafan menyarankan hold terlebih dahulu untuk MBMA dengan potensi bearish consolidation ke level Rp 600 per saham, sementara target harganya sebesar Rp 655 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati