KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Unilever Indonesia Tbk membukukan kinerja yang kurang memuaskan sepanjang enam bulan pertama tahun 2021. Emiten dengan kode UNVR itu mencetak penurunan dari sisi penjualan bersih maupun laba. Mengutip laporan keuangan, penjualan bersih UNVR pada semeseter I 2021 melorot 7,33% year on year (yoy) menjadi Rp 20,18 triliun. Padahal pada periode yang sama tahun 2020, penjualan bersihnya tercatat Rp 21,77 triliun. Kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh masih mendominasi penjualan dengan kontribusi mencapai Rp 12,49 triliun. Akan tetapi, capaian ini lebih rendah 10,71% dibanding semester I tahun lalu.
UNVR Chart by TradingView Analis Samuel Sekuritas Indonesia Nasrullah Putra Sulaeman menanggapi, tahun ini memang menjadi momentum yang berat bagi UNVR. Selain pandemi yang masih membayangi, kinerjanya yang lesu tidak terlepas dari harga bahan baku yang sedang naik. Sehingga, gross margin UNVR ikut tertekan menjadi 50,8% dari sebelumnya 51,4%. Baca Juga: IHSG melonjak 1,78% ke 6.137 di perdagangan Kamis (22/7), asing beli BBCA, ADRO, BBRI Sepengamatannya, beban-beban UNVR sebenarnya terlihat menipis. Akan tetapi penurunan ini belum mampu menyelamatkan kinerjanya. Ia mencontohkan, beban pemasaran dan penjualan sebenarnya sudah mampu ditekan, hanya saja rasio Advertising Promotion to Sales masih di kisaran 20%. Ini mencerminkan efisiensi UNVR sudah mentok. Apabila beban pemasaran dan penjualan ditekan lagi, market share UNVR akan ikut menurun. "Memang, bagi UNVR tahun ini bukan menjadi tahun yang baik. Penurunannya itu jauh lebih dalam dibandingkan perkiraan kami," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/7). Baca Juga: Saham Sektor Konsumsi Non Primer Tertekan Ekonomi yang Masih Lesu Sebenarnya, aktivitas perekonomian yang berjalan di atas ekspektasi bisa menjadi katalis positif UNVR untuk menopang kinerjanya. Akan tetapi, hal itu belum memungkinkan terjadi melihat tingginya kasus Covid-19 dan pembatasan mobilitas masyarakat yang diperpanjang. Oleh karenanya, apabila ke depan kinerja UNVR meleset terlalu jauh dari ekspektasi, Nasrullah membuka kemungkinan melakukan revisi target. Akan tetapi untuk saat ini, ia masih mempertahankan rating Hold dengan target harga Rp 5.900 per saham. Adapun proyeksi pendapatannya tahun ini juga masih dipertahankan di Rp 44,6 triliun atau naik 3,9%. Sementara laba bersihnya di Rp 7,2 triliun atau naik 1%. Editor: Noverius Laoli