KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang Desember 2020, sejumlah saham dari sektor barang konsumsi menghiasi losers indeks LQ45 dan indeks KOMPAS100. Sebut saja PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (
ICBP) yang turun 7,78% ke level Rp 9.775 per saham per Senin (21/12), PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) -5,58% menjadi Rp 41.850, dan PT HM Sampoerna Tbk (
HMSP) -4,38% ke Rp 1.530. Ada juga PT Kino Indonesia Tbk (
KINO) yang terkoreksi 4,12% menjadi Rp 7.290 per saham, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) -3,42% ke level Rp 7.050, dan PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR) -1,61% menjadi Rp 7.625 per saham.
Analis NH Korindo Sekuritas Putu Chantika menilai, saham ICBP mencatatkan penurunan paling dalam karena berdasarkan laporan keuangan kuartal III-2020, pendapatan ICBP masih berada di bawah ekspektasi, terlebih setelah akuisisi Pinehill.
Baca Juga: Saham barang konsumsi menghuni losers indeks LQ45 dan KOMPAS100, simak prospeknya Hal ini turut memengaruhi pendapatan INDF, mengingat mayoritas pendapatannya berasal dari segmen mi instan yang dikelola ICBP. Akan tetapi, penguatan harga crude palm oil (CPO) cukup berhasil menopang kinerja INDF. Sebagaimana diketahui, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) dan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) adalah dua entitas usaha INDF. Tak jauh berbeda, UNVR juga membukukan kinerja yang di bawah ekspektasi. Pasalnya, penjualan segmen f
ood and refreshment (F&R) masih lemah sehingga turut menjadi sentimen negatif untuk UNVR. Secara teknikal, Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani melihat, UNVR dan KINO berada pada tren turun sejak pertengahan tahun 2020, sedangkan INDF memasuki fase
downtrend sejak Oktober lalu. Oleh sebab itu, menurut dia, wajar terjadi penurunan lanjutan pada Desember ini.
Baca Juga: Manfaatkan kenaikan IHSG, saham-saham ini banyak dilego asing Senin (21/12) Untuk ICBP, meski menjadi saham yang mencatatkan penurunan paling dalam pada Desember 2020, Hendriko menilai koreksinya masih tergolong wajar. "ICBP berada pada fase
sideways jangka menengah sehingga penurunan setelah mencapai
resistence bisa dibilang wajar," ucap Hendriko saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (21/12). Sementara itu, saham-saham di subsektor rokok mengalami tekanan setelah pengumuman kenaikan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 12,5% untuk 2021. Putu memperkirakan, produsen rokok akan kembali menyesuaikan
average selling price (ASP) untuk mengikuti harga jual eceran (HJE) yang sudah ditentukan. Sayangnya, daya beli masyarakat dinilai masih berada di awal tahap pemulihan. "Hal ini pastinya akan berpotensi menekan pendapatan produsen rokok untuk tahun depan," tutur Putu. Hendriko menambahkan, GGRM dan HMSP juga terkoreksi karena kinerja kedua emiten ini cukup tertekan pada tahun 2020. Secara teknikal, Hendriko melihat, enam saham tersebut masih berada pada
sideways atau
downtrend. Belum ada tanda-tanda untuk berbalik menjadi tren naik. "Lebih baik menunggu adanya potensi
reversal menuju
uptrend," kata dia.
Baca Juga: IHSG menguat 1%, saham-saham ini paling banyak dikoleksi asing Senin (21/12) Terlebih lagi, menurut dia, saat ini, emiten sektor barang konsumsi masih minim sentimen positif. Oleh karena itu, secara teknikal, ia menyarankan investor untuk
wait and see terlebih dahulu. Untuk ke depannya, Putu berharap daya beli kembali akan membaik pada tahun 2021, serta harga komoditas dan inflasi tetap stabil sehingga bisa mendukung pertumbuhan kinerja emiten
fast moving consumer goods (FMCG). Perusahaan FMCGÂ juga dapat mengambil momentum festive season untuk mendongkrak performanya. Untuk investasi jangka panjang, Putu masih merekomendasikan
overweight UNVR dengan target harga Rp 8.600 per saham,
overweight HMSP dengan target harga Rp 1.750, dan
buy GGRM dengan target harga Rp 49.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli