Kini, bank punya opsi dukung UMKM lewat surat berharga pembiayaan inklusif lewat RPIM



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) terus mendorong pembiayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan menerbitkan aturan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial  (RPIM). Dengan aturan ini, perbankan yang tidak memiliki keahlian dalam pembiayaan UMKM secara langsung diberi opsi untuk turut serta mendukung UMKM. 

Dalam aturan yang tertuang dalam  Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23/PBI/2021, RPIM merupakan rasio yang menggambarkan porsi Pembiayaan Inklusif dengan membandingkan antara hasil pengurangan nilai Pembiayaan Inklusif dengan nilai sertifikat deposito Pembiayaan Inklusif terhadap total kredit.  Perbankan harus memenuhi RPIM 20% per Juni 2022, lalu 25% pada Juni 2023 dan 30% pada 2024.

Pembiayaan inklusif yang dimaksud adalah penyediaan dana yang diberikan bank untuk UMKM, Korporasi UMKM, dan perorangan berpenghasilan rendah (PBR).


Pembiayaan inklusif ini bisa dilakukan dalam empat opsi yakni memberikan kredit secara langsung ke UMKM dan rantai pasok, pemberian kredit melalui lembaga jasa keuangan, badan layanan umum dan badan usaha, pembelian surat berharga pembiayaan inklusif, serta pembiayaan inklusif lainnya yang ditetapkan BI.

Baca Juga: Pembiayaan moncer, aset bank syariah makin tambun di tengah pandemi

Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung mengatakan, aturan RPIM ini ditujukan untuk mereformasi kebijakan rasio UMKM yang sudah diterbitkan pada tahun 2015. Aturan ini diharapkan mendorong ekosistem UMKM.

BI melihat potensi pasar UMKM masih sangat besar. Total pembiayaan UMKM per Juni 2021 baru mencapai Rp 1.135 triliun atau 20,51% dari total kredit perbankan. 

Sementara berdasarkan hasil survei BI, sebanyak 69,5% UMKM belum menerima kredit dan dari jumlah ini sebanyak 43,1% membutuhkan kredit atau senilai Rp 1.605 triliun.

"Jadi potensi demand kredit masih sangat besar. Kalau bank tidak memiliki ekspertise lakukan pembiayaan langsung ke UMKM, dengan aturan RPIM ini ada opsi lain. Bisa menyalurkan kredit lewat mitra seperti fintech atau membeli surat berharga pembiayaan inklusif (SBPI) yang underlyingnya pembiayaan UMKM," jelas Yuda dalam konferensi pers, Jumat (3/9).

Yuda menjelaskan, SBPI bisa berupa Surat Berharga Negara (SBN) inklusif yang diterbitkaan pemerintah yang komitmen penggunaannya untuk program pengembangan UMKM/PBR dan pembiayaan inklusif. 

Kemudian bisa dalam bentuk Efek Beragun Aset (EBA) inklusif yang memiliki underlying pembiayaan inklusif, covered bonda dan sukuk BI inklusif. 

Selain itu, SBPI bisa berupa obligasi/MTN inklusif yang komitmen penggunaan dananya  untuk pembiayan inklusif serta sertifikat deposito pembiayaan inklusif. 

Yuda menambahkan, penerbitan SBN inklusif nantinya akan memiliki seri khusus. BI saat ini sedang melakukan konsolidasi dengan pemerintah untuk penerbitan SBN inklusif ini, termasuk juga untuk SBN syariah yang secara natural sudah inklusif.

Untuk mengantisipasi terjadinya terjadi over supplai SBN inklusif terhadap penyaluran kredit UMKM secara langsung ataupun melalui kolaborasi dengan mitra maka jumlahnya akan diatur oleh BI. "Jumlahnya tentu akan diatur sesuai suplai dan demand," kata Yuda. 

SBPI nantinya dapat diperdagangkan. Jika banknya memiliki likuiditas yang cukup untuk pembiayaan inklusif maka SBPI bisa dijual. Sebalinya bagi bank yang masih kekurangan untuk memenuhi rasio RPIM maka bisa membeli SBPI yang dijual bank lainnya.

Selanjutnya: BI terbitkan ketentuan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi