Kisah bandara Halim Perdana di zaman Soeharto



JAKARTA. Rencana mengenai perpindahan sebagian penerbangan dari bandara International Soekarno Hatta ke bandara Halim Perdanakusuma, tidak disambut dengan baik oleh warga sekaligus pedagang di daerah Halim.

Ahmad (35) warga yang mencari sesuap nasi di dekat bandara Halim dari tahun 93, menjajakan dagangan kelontongnya di sebuah mobil kijang hitam, sudah menjadi saksi mata perubahan bandara Halim saat dipimpin Presiden Soeharto sampai Presiden Susilo Bambang.

Hal yang paling membedakan di zaman Presiden Soeharto, jadwalnya sudah diketahui satu bulan sebelum penerbangan.


"Saya sudah lihat dari jamannya pak Harto, dulu jadwal ketahuan, sekarang nggak ketahuan, pak Harto satu bulan agenda ketahuan," ujar Ahmad kepada Tribunnews.com, Kamis (21/9/2013).

Ahmad sebagai saksi hidup evolusi bandara Halim Perdanakusuma, melihat semua pemimpin negara setelah era Presiden Soeharto, tak pernah lagi memberitahukan jadwal penerbangan.

Ahmad pun memaklumi hal tersebut karena pejabat saat ini menjadi semakin sibuk karena kebutuhan hubungan bilateral antar negara.

"Setelah pak Harto sering dadakan. Mungkin saking sibuknya banyak kegiatan. Kegiatan kenegaraan sama," ucap Ahmad.

Ahmad menilai, jika 80 penerbangan dipindahkan ke Halim, kemacetan akan bertambah di jalan menuju Cawang dan Taman Mini.

Pasalnya, selain 80 penerbangan dari Soekarno Hatta yang dipindahkan, semua pejabat VIP juga menggunakan bandara Halim sebagai tempat keberangkatan dan kepulangan.

Selain itu, kehadiran 80 penerbangan di Bandara Halim akan menciptakan delay yang lebih lama. Sebab, biasanya, penerbangan pejabat negara akan lebih didahulukan.

"Lebih macet, soalnya VIP semua disini, akan sering delay, dua jam sebelum dan sesudah harus steril," jelas Ahmad.

Kendati wilayah Halim menjadi penuh sesak dengan kehadiran penumpang, namun Ahmad setuju jika bandara Halim kembali menjadi bandara internasional.

Ahmad menilai, hal tersebut karena akses bandara Halim ke pusat kota lebih dekat daripada bandara Soekarno Hatta.

"Layak, malah lebih bagus, aksesnya lebih bagus, di ibukota lebih dekat sejabotabek lah," ungkap Ahmad.

Hal yang berbeda diungkapkan oleh tukang ojek di mulut gerbang bandara Halim. Mereka berharap agar 80 penerbangan dari Soekarno Hatta bisa segera pindah.

Matsani (39), salah satu senior penyedia jasa angkutan umum mendukung penuh pemindahan penerbangan tersebut. Alasan utama Matsani menginginkan adanya perpindahan penerbangan tersebut, karena ia berharap banyak penumpang yang bisa menggunakan jasanya.

"Setuju, memang lebih diharapkan. Biar ramai juga," ujar Matsani ketika disambangi tribunnews.com.

Jika ramai penumpang, Matsani bisa mengumpulkan setoran sebesar Rp 100.000 sampai Rp 150.000. Seandainya wacana memindahkan penerbangan bandara Soekarno Hatta bisa terealisasikan, Matsani yakin bisa meraup keuntungan yang lebih besar lagi.

"Kalau ramai bisa sampai Rp 150.000, tapi itu belum (untuk) bensin," ungkap Matsani.

Matsani sudah mangkal sebagai tukang ojek sejak tahu 1997. Selama dia mencari sesuap nasi, tidak pernah diusir oleh pihak TNI AU yang bermarkas di wilayah Halim, atau pun dari pihak bandara.

Matsani berharap, jika terjadi perpindahan penerbangan, ia dan teman-temannya masih bisa mencari nafkah dengan membayar jatah 'sewa' tempat kepada provos.

"Penertiban provos ada, sebulan sekali bayar Rp 300.000 patungan," jelas Matsani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan