KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kondisi lingkungan hidup erat kaitannya dengan kualitas kesehatan. Bila ingkungannya kotor, maka akan berdampak pada kesehatan yang jelek. Salah satu persoalan lingkungan yang bisa dibilang sudah akut adalah pencemaran oleh sampah plastik. Maklum, Indonesia tercatat sebagai negara penghasil sampah plastik nomor dua di dunia. Di sisi lain, masih banyak warga yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan akibat ketidakmampun ekonomi. Pasalnya, biaya pengobatan saat ini relatif mahal. Dua persoalan ini mengusik nurani seorang dokter bernama Yusuf Nugraha. Ia pun tergerak untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara sekaligus pada lingkungan hidup. Harapan ini bisa terwujud tahun 2008. Yusuf mendirikan Klinik Harapan Sehat di kawasan Cianjur, Jawa Barat. Klinik ini berbeda dengan klinik pada umumnya, karena memberikan layanan kesehatan bagi warga yang tidak mampu cukup dengan membawa 10 botol bekas sebagai alat pembayarannya. Jadi, kalau dibilang gratis juga tidak. Yusuf menceritakan, awalnya banyak yang tidak percaya dengan idenya itu. "Bener enggak, jangan-jangan ada syarat dan ketentuan yang berlaku. Saya sudah pasang benner juga tapi tetap tak ada yang datang," kata dia saat berbincang dengan KONTAN, usai menjadi salah satu pembicara dalam sesi Indonesia Development Forum (IDF) 2019 di JCC Jakarta, Senin (22/7).
Meski sudah digratiskan, tetap saja klinik sepi. Hal itu berlangsung hingga setahun sejak pertama kali klinik beroperasi. Yusuf pun tak pantah semangat. Terus menyakinkan masyarakat bahwa apa yang dilakukan itu benar demi membantu warga. Dia pun rajin turun ke masyarakat dan menggelar pengobatan gratis, sekaligus menyosialisasikan program peduli lingkungan ini. Nah, lambat laun, akhirnya membuahkan hasil juga. Kini, sudah ada sekitar 330.000 pasien yang telah mendapatkan layanan kesehatan dengan membawa 10 botol plastik bekas tersebut. "Saat ini, rata-rata 20-30 warga tidak mampu yang berobat ke klinik," sebut Yusuf yang jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani, Cimahi. Adapun botol-botol yang terkumpul kemudian dimanfaatkan untuk membuat kerajinan seperti pas bunga, hiasan lampu dan asesoris lainnya dengan memberdayakan masyarakat setempat, terutama kalangan ibu-ibu. Dengan wadah komunitas Gerakan Bagi Senyum Ibu Pertiwi, Yusuf berupaya memberikan edukasi soal nasionalisme sekaligus memberikan pelatihan pemanfaatkan botol plastik bekas. Tujuanya, warga sekitar klinik memiliki daya ekonomi. Artinya, apa yang dilakukan Yusuf ini adalah satu program dengan tiga mamfaat sekaligus. "Pengobatan gratis, peduli lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi," sebut dia. Yusuf menjelaskan, masalah lingkungan hidup berhubungan dengan kesehatan. Bila lingkungan hidupnya kotor, maka kualitas kesehatan penduduknya akan jelek. Pun dengan kondisi kesehatan yang buruk berkaitannya dengan kondisi kemiskinan. Nah, kemiskinan ini pun ada hubungannya dengan pendidikan. Sebab itu, dalam memandang dan menyelesaikan persoalan-persoalan itu tentunya tidak bisa dilakukan dari satu aspek saja. "Jadi konsep yang saya terapkan dengan penguatan nasionalisme. Kita harus membantu warga yang tidak mampu mendapatkan layanan kesehatan. Negera pun butuh pertolongan kita untuk membebaskan dari masalah sampah plastik," tukas Yusuf. Ia juga menekankan, aspek nasionalisme menjadi salah satu perhatian dalam gerakan sosial yang dijalankan hingga sekarang. Alasannya, indeks ideologi kita lemah dalam hal nasionalisme. Atas pertimbangan ini, bagi warga yang tidak mampu tetap akan mendapatkan layanan kesehatan gratis kendati tidak membawa botol plastik. "Mungkin karena agak ribet ya, kalau bawa banyak botol plastik. Jadi cukup dengan menyakikan Indonesia Raya dan ikrar Pancasila," jelas Yusuf, sambil tersenyum lebar.