Kisah pilu pertambangan bauksit di Kalbar



KETAPANG. Terik matahari membakar salah satu bukit di kawasan Airupas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Puluhan truk pengangkut pasir tampak terparkir dalam kondisi mati. Sejumlah bekas penggalian menganga di hamparan luas, sejauh batas memandang.

Inilah tempat pencucian bauksit mentah bekas galian PT Harita Prima Abadi Mineral, sebelum diolah menjadi mettalurgical grade bauxite (MGB) dan diekpor ke luar negeri Seorang pria berusia pertengahan 30-an berdiri tercenung. Sambil menerawang gelisah, ia bercerita, dirinya sempat membuka sebuah warung di kawasan bukit yang menjadi tempat pencucian bauksit mentah tersebut.

Setiap hari, ratusan orang dan puluhan truk hilir mudik dari tempat pertama pertambangan bauksit menuju ke bukit ini. "Makanya dulu warung saya ini selalu ramai pengunjung, baik itu sopir truk ataupun pekerja," kata Anton (35) dengan wajah muram di Ketapang, Selasa (4/8). Dalam sebulan ia bisa meraih penghasilan Rp 2 juta – Rp 3 juta dari penjualan warung. Namun kini, sejak pertambangan mati karena ekspor bauksit dilarang, praktis aktivitas di warung Anton terhenti.


Mau menggantungkan nasib kepada tanaman sawit yang dia tanam di atas lahan reklamasi bekas pertambangan, juga tak seindah yang dibayangkan. Sebab Anton harus mengeluarkan dana cukup besar untuk perawatan dan pemupukan. Selain itu, dia pun harus menunggu beberapa tahun, 3 hingga 5 tahun, agar sawit bisa dipanen. Anton tak sendirian. Ratusan warga Desa Karya Baru, Kecamatan Airupas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat bernasib sama. Dari 347 KK di Desa Karya Baru, lebih dari separuh merupakan pekerja di areal pertambangan Bauksit PT Harita Prima Abadi Mineral, khususnya di lokasi Site Airupas.

"Kini banyak sekali warga kami yang tak memiliki penghasilan yang jelas," kata Suminto, Kepala Desa Karya Baru di Ketapang, Selasa (4/8). Situasi semakin buruk karena harga komoditi seperti karet yang menjadi alternatif penghasilan warga juga ikut merosot. Disisi lain, kegiatan bercocok tanam padi sulit berkembang karena wilayah Desa Karya Baru dikelilingi lahan perkebunan sawit yang amat luas. Ini membuat wilayah Desa Karya Baru banyak didiami hama yang bisa merusak tanaman padi. "Oleh sebab itu kami berharap pemerintah pusat terketuk bahwa kebijakan mereka membuat perekonomian kami di wilayah ini nyaris mati. Semua warga di sini berharap agar aktvitias pertambangan bauksi di sini bisa kembali hidup," ujar Suminto. Sejak Januari 2014, PT Harita Prima Abadi Mineral menghentikan aktivitas penambangan bauksit di wilayah Ketapang. Ini akibat kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2014 yang melarang ekspor mineral mentah. Kebijakan ini dimaksudkan meningkatkan hilirisasi industri yang dapat meningkatkan nilai tambah ekspor ke luar negeri sehingga meningkatkan pendapatan negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga