Kisah UMKM hadapi pandemi, dari jualan di e-commerce hingga merambah bisnis baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan hampir seluruh sektor usaha, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Samballava, produsen sambal botol berbasis di Bekasi, merupakan salah satu UMKM terdampak.

Sebelum pandemi, Samballava sempat mengecap kesuksesaan dengan menjual produknya ke berbagai daerah. Pemilik Samballava, Wawan bahkan bisa membuka warung makan khas Jawa Timur. Dalam sehari, ia bisa meraup omzet Rp 2 juta – Rp 3 juta.

Namun kondisinya berubah ketika pandemi melanda. Semenjak pemerintah menetapkan pembatasan sosial, bisnis sambal botol dan warung makannya mulai sepi. Akibatnya, omzet turun signifikan hingga merugi.


“Pelan – pelan omzet turun 20% - 30%. Pada masa PSBB di bulan April juga turun hingga 80%. Dari untung kemudian jadi minus,” kata Wawan, kepada Kontan, Jumat (8/1).

Padahal ia juga menjual makananya melalui aplikasi GoFood dan GrabFood. Sayang, usahanya tak kunjung membaik. Pria berusia 36 tahun ini memutuskan untuk merumahkan para karyawan dan menutup usahanya pada September 2020.

Baca Juga: Begini proyeksi kredit macet di bank pelat merah pada tahun ini

Tak ingin menyerah, ia mengubah kesulitan ini menjadi peluang untuk bangkit. Berbekal kursus, dari salah satu perusahaan importir ia tertarik berjualan produk – produk impor China yang populer saat pandemi melalui Shopee dan Tokopedia. Diantaranya produk kesehatan, kebutuhan rumah tangga dan perlengkapan anak.

“Mulai menjual makan – makan sehat karena budaya sehat mulai terbangun di masa pandemi. Lalu berpikir beralih ke marketplace karena biaya sewa nggak ada dan bisnis di sini tahan dari Covid-19,” ungkap Wawan.

Ia kemudian mengajukan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp 120 juta ke Bank Mandiri dengan jaminan mobil. Memakai nama l4vashop, usahanya yang berjalan empat bulan mulai membuahkan hasil. Salah satu produk paling laris adalah centong nasi ajaib yang dibanderol harga Rp 9.500 – Rp 9.750.

Berjualan melalui e-commerce memberikan berbagai keuntungan karena ia bisa menjangkau pasar lebih luar serta menekan biaya. Sebab, berjualan melalui e-commerce tidak perlu membayar sewa tempat. Namun ia dikenakan biaya administrasi sebesar 5,5% per transaksi.

Dibandingkan Tokopedia, ia lebih banyak menjual produknya melalui Shopee. Alasannya, kebanyakan produk yang ia jajakan menargetkan konsumen wanita atau sesuai dengan segman market Shopee yang mayoritas adalah wanita. Sementara segmen market Tokopedia adalah laki – laki.

Namun menjalani bisnis di e-commerce tidak mudah. Pria yang juga bekerja di perusahaan swasta ini harus bersaing dengan jutaan penjual online lain. Belum lagi, banyak pedagang yang rela banting harga untuk bisa menggaet banyak pembeli sekaligus meningkatkan rating toko.

Guna meningkatkan bisnisnya, ia memanfaatkan pemasaran melalui aplikasi Telegram. Hingga saat ini, grup percakapan di Telegram sudah berisikan sekitar 420 anggota yang merupakan reseller. Setiap info produk yang ia bagi ke grup membuat produknya ludes terjual.

Walaupun bisa menyamai pemasukan sebelum pandemi, tapi usaha Wawan terus berkembang. Dalam sebulan, ia bisa mengantongi omzet Rp 10 juta – 15 juta. Sebanyak 50% omzetnya dari Telegram dan Shopee 10%. Sisanya penjualan offline ke kantor, saudara dan komunitas – komunitas.

Tak berbeda jauh, produsen kue kering, Bawono Cookies juga mengubah strategi bisnis untuk meningkatkan penjualan. Sebab, penjualan di Tokopedia turun drastis pasca lebaran 2020. Biasanya dalam sebulan bisa terjual 60 toples. Namun selama pandemi turun hingga 80%.

Baca Juga: Ada debitur restrukturisasi berisiko tinggi, begini proyeksi NPL bank BUMN tahun ini

Pemilik Bawono Cookies, Bawono Yadika Tulus mulai merambah bisnis pakaian seperti daster dan piyama. Dengan mengusung nama Dzstore_official, ia memasarkan produk tersebut melalui Shopee. Setelah berjalan empat bulan, penjualan produk tersebut mendapat sambutan hangat dari pasar.  

“Alhamdulillah responnya makin bagus. Itu cukup banyak kok ternyata yang beli saat pandemi. Ada perkembangan sejak pertama kali dibuka,” terang lelaki berusia 26 tahun ini.

Awalnya produk ia tawarkan ke keluarga dan teman – teman terdekat. Lalu ke shopee, instagram dan WhatsApp. Seiring waktu omzetnya naik. Omzet terbesar yang ia peroleh sebesar Rp 15 juta per bulan. Itu digabung dengan penjualan produk pelangsing herbal.

Selain memperoleh pamasukan tambahan, berjualan melalui e-commerce menjadi ruangnya belajar berbisnis. Sebab, ia kerap menganalisa kebutuhan dan selera pasar di e-commerce. Selain itu menerapkan strategi pemasaran yang tepat untuk menjangkau lebih banyak konsumen.

Tren penjualan secara daring seperti Wawan dan Bawono menjadi upaya pelaku UMKM untuk bertahan selama pandemi. Riset Sea Insight bertajuk Revitalisasi UMKM Indonesia mengungkapkan bahwa ada tiga tantangan utama yang dihadapi pelaku usaha selama pandemi.

Pertama penurunan pasokan akibat pembatasan sosial, bekerja dari rumah dan gangguan logistisk. Kedua penurunan arus kas akibat pendapatan turun, biaya meningkat dan kesulitan pinjam modal. Ketiga, permintaan berkurang karena peningkatan jumlah pengangguran, ekonomi melemah dan ketidakpastian pasar.

Guna mengantisipasi dampak lebih besar, sebanyak 50% pelaku usaha meningkatkan penggunaan media digital seperti media sosial, e-commerce dan pelatihan online. Dengan begitu kondisi Covid-19 menjadi katalis untuk mempercepat perpindahan ke platform online yang sedang tumbuh.

UMKM juga mengubah strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan. Sebanyak 45% pelaku usaha muda berjualan lebih aktif di platform e-commerce. Satu dari lima adalah pengguna baru e-commerce. Pelaku usaha ini meliputi industri rumahan dan student entrepreneur yang membantu ekonomi keluarga, sektor retail, pertanian dan kesehatan.

Selain itu, mereka juga mengubah strategi bisnis dan jenis barang yang dijual untuk memenuhi permintaan pasar yang dinamis. Beberapa pelaku usaha mulai memproduksi barang yang populer saat pandemi seperti masker dan hand sanitizer.

Dengan begitu, strategi pemasaran secara daring telah memberikan dampak signifikan bagi keberlanjutan usaha mereka. Dari riset itu terungkap, bahwa rata – rata pendapatan UMKM yang mengadopsi e-commerce meningkat 160% dan produktifitas juga naik 110%.

Peningkatan bisnis melalui e-commerce didorong tiga faktor. Pertama, jarak fisik tidak lagi menjadi kendala bagi e-commerce. Kedua, terjadi penurunan biaya operasional, peningkatan produktifitas serta fleksibilitas bekerja. Ketiga, membantu menemukan sumber pendanaan bagi kelompok usaha baru.

“Pelaku usaha di industri rumahan memiliki waktu lebih bagi keluarga berkat e-commerce. Kemudian pelajar yang berjualan di e-commerce juga mendapat penghasilan tambahan yang berharga dan membantu membayar biaya pendidikan,” tulis riset itu.

Seperti diketahui, Sea Insights merupakan unit kerja Sea yang fokus pada penelitian dan kebijakan publik. Sea adalah perusahaan internet di Asia dengan bisnis seperti Shopee, Gerena, platform game dan Sea Money.

Adapun riset ini dilakukan sepanjang bulan Juni 2020 dengan melibatkan 20.000 anak muda berusia 6 hingga 35 tahun. Sebanyak 2.200 di antaranya adalah pelaku usaha yang disurvei melalui platform Shopee dan Garena. 

Selanjutnya: Pencairan bantuan produktif usaha mikro di BRI diperpanjang hingga 18 Februari 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .