KKP optimistis tingkatkan produksi pakan mandiri



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu tantangan perikanan budidaya adalah bagaimana memenuhi kebutuhan pakan ikan yang efisien dan berkualitas, namun dengan harga yang tetap terjangkau.

Apalagi pakan merupakan penyusun terbesar dalam struktur biaya produksi usaha budidaya ikan yang mencapai lebih dari 70% dan harganya terus mengalami kenaikan karena dipicu komponen impor, terutama tepung ikan.

Merespon kondisi tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) sejak tahun 2015 telah menggalakkan gerakan pakan mandiri atau Gerpari.


Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto menyampaikan bahwa Gerpari merupakan langkah konkrit pihaknya dalam menjamin ketersediaan pakan yang terjangkau oleh para pembudidaya skala kecil, yang saat ini masih dihadapkan pada kendala inefisiensi produksi.

Di samping itu, dengan program pakan mandiri diharapkan akan memicu multiplier effect antara lain munculnya kelompok penyedia alat bahan baku dan juga kelompok pemasaran pakan ikan mandiri.

Menurut data Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), produksi pakan ikan pabrikan tahun 2017 hanya 1.555.939 ton, sedangkan kebutuhan pakan ikan di tahun yang sama mencapai 8.650.260 ton.

Untuk tahun 2018 kebutuhan pakan naik menjadi sekitar 9.667.620 ton dan tahun 2019 diperkirakan mencapai 10.800.960 ton.

“Baik untuk jenis ikan air tawar seperti nila, lele, gurami, mas, dan patin, serta jenis ikan laut seperti kakap putih, bawal bintang, kerapu, dan udang,” terang Slamet dalam keterangan resmi, Kamis (15/11)

Ia melanjutkan, sedangkan total produksi pakan mandiri tahun 2018 yang tersebar di 24 provinsi baru mencapai 26.546 ton.

Untuk itu, Salmet menyampaikan bahwa KKP telah menyiapkan beberapa strategi agar produksi pakan mandiri dapat berhasil dan meningkat.

Di antaranya, pengembangan pakan mandiri dipusatkan di sentra-sentra budidaya air tawar atau kawasan minapolitan; kemudian prioritas kepada kelompok usaha budidaya ikan air tawar; memanfaatkan potensi bahan baku lokal; memproduksi pakan murah berkualitas, berkuantitas, dan secara kontinu; penguatan kelembagaan dan permodalan; serta pengembangan jejaring pakan ikan nasional.

Selain itu, KKP juga telah mengembangkan pembuatan pakan dengan pabrik skala medium di 9 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di Aceh, Jambi, Lampung, Karawang, Sukabumi, Jepara, Situbondo, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Utara. UPT ini akan menjadi motor untuk mengembangkan kawasan pakan mandiri.

Di level pembudidaya, Slamet juga menyampaikan bahwa KKP terus memberikan dukungan berupa mesin-mesin pembuat pakan mandiri skala kecil.

“Kita berikan bantuan berupa mesin pembuat pakan ikan dan bahan baku pakan ikan, serta pengembangan berbagai jenis bahan baku pakan mandiri. Selain itu, kita juga meningkatkan kerja sama antara DJPB dengan Smart Fish/UNIDO terkait dengan teknik formulasi pakan dengan harga murah berkualitas least cost formulation karena dapat menurunkan biaya produksi terutama dari pakan yang murah tetapi tetap berkualitas,” jelasnya.

Slamet menambahkan, untuk mengembangkan pakan mandiri, DJPB juga berkerja sama dengan FAO dengan mengadakan kegiatan ‘supporting local feed efficiency for inland aquaculture in Indonesia’ yang dilakukan di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.

Selain itu, DJPB juga akan bekerja sama dengan PT Pupuk Indonesia terkait dengan pengelolaan bahan baku pakan ikan khususnya Palm Kernel Meal (PKM) serta kerja sama dengan FAFI Belanda dalam pengembangan bahan baku pakan dari limbah bir dan bacteria protein.

“Kerja sama ini tujuan utamanya adalah meningkatkan produksi pakan ikan khususnya pakan ikan air tawar yang berkualitas tinggi dan biaya hemat oleh produsen pakan ikan skala kecil di Indonesia,” tutup Slamet.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto