KKP tengah mengevaluasi larangan kapal ikan di atas 150 GT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengevaluasi larangan kapal ikan di atas 150 Gross Tonnage (GT). Evaluasi itu dilakukan untuk melihat optimalisasi pemanfaatan sumber daya perikanan.

Tim yang melakukan uji publik aturan tersebut telah diminta untuk melihat kondisi di lapangan. "Evaluasi sedang kita lakukan dan itu tidak saya sendiri, ada tim yang sedang bekerja. Kita akan uji publik ke lapangan," ujar Menteri KP Edhy Prabowo di kompleks istana kepresidenan, Selasa (14/1).

Baca Juga: KKP lepas ekspor produk perikanan senilai Rp 13.3 miliar


Sampai saat ini, masih dilakukan penghitungan terkait batasan ukuran kapal. Berdasarkan arahan presiden, Edhy bilang masalah kelestarian harus menjadi perhitungan. Oleh karena itu, pembatasan kapal sendiri memang menjadi salah satu upaya. Sehingga nantinya penangkapan ikan dapat dikontrol oleh pemerintah.

Khusus masalah Natuna, Edhy bilang potensi perikanan di Natuna tidak terlalu besar. Potensi perikanan di kawasan yang kerap menjadi konflik itu hanya sekitar 700.000 ton.

Saat ini pun kapal yang memiliki izin di wilayah itu sudah sebanyak 700 kapal. Kapal tersebut terdiri dari berbagai ukuran yang menangkap ikan di kawasan tersebut. "Sudah kita kasih izin sudah lebih dari 700 kapal tersebar di banyak tempat dari 40 GT, 100 GT sampai 150 GT," terang Edhy.

Baca Juga: Ini alasan mengapa nelayan China percaya diri menangkap ikan di dekat Natuna

Hanya saja kapal yang ada saat ini belum menangkap ikan hingga wilayah atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna. Karena kapal tersebut berukuran kecil. Sehingga kapal yang lebuh besar bisa saja ditempatkan untuk mengambil ikan di wilayah tersebut. Namun, banyak persyaratan yang perlu diperhatikan.

"Jangan sampai kita kasih izin dia melautnya di kawasan nelayan-nelayan tradisional," jelas Edhy. Selain itu, infrastruktur pendukung juga perlu disiapkan untuk mendorong kapal besar ke wilayah ZEE. Termasuk penyediaan bahan bakar dan air bersih.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli