Klaim Rugi Rp 1,6 Triliun, Produsen Minyak Goreng Gugat Pemerintah ke PTUN



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tiga grup perusahaan minyak goreng melayangkan gugatan terhadap pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan tersebut dilayangkan terkait terbitnya sejumlah aturan untuk menangani kelangkaan minyak goreng pada awal tahun 2022.

Kuasa Hukum salah satu penggugat yakni PT Musim Mas, Marcella Santoso, mengatakan, objek gugatan PTUN adalah surat jawaban Ombudsman.

Disebutkan, di dalam surat tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa tergugat, dalam hal ini Menteri Perdagangan telah melakukan maladministrasi/kesalahan dalam menerapkan formulasi kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan dan stabilisasi harga komoditas minyak goreng dengan memberlakukan segenap peraturan.


Baca Juga: Perusahaan Jadi Tersangka di Kasus Minyak Goreng, Pemerintah Diminta Benahi Regulasi

Hal itu dimulai ketika terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 1 tahun 2022. Melalui beleid tersebut, produsen dapat menyediakan minyak goreng kemasan sederhana dengan mekanisme rafaksi subsidi. 

Subsidi itu dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) setelah minyak goreng dijual ke konsumen dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET) yakni Rp 14.000 per liter. Padahal, biaya produksinya adalah Rp 17.000 per liter.

Kemudian, Kemendag menerapkan mekanisme domestic market obligation (DMO) atau kewajiban pemenuhan dalam negeri dengan terbitnya Permendag 2/2022. DMO inipun berubah-ubah. Dari yang semula 20%, kemudian diubah menjadi 30%. 

Kebijakan pengaturan minyak goreng dinilai membuat kewajiban subsidi pemerintah melalui BPDPKS seperti menggantung dan belum terbayar hingga saat ini.

Adapun, berdasarkan perhitungan Kantor Akuntan Publik Ernst & Young, kerugian yang dialami perusahaan produsen minyak goreng mencapai Rp 1,6 triliun.

Baca Juga: 16 Perusahaan Kelapa Sawit Gugat Mendag ke PTUN, Mendag Bilang Begini

Marcella mengatakan, Musim Mas grup mengalami kerugian Rp 551.585.768.587, Wilmar grup rugi Rp 947.379.412.161, dan Permata Hijau Grup Rp 140.823.360.233.

"Total sekitar Rp 2 triliun (Rp 1,63 triliun)," ujar Marcella saat dikonfirmasi, Senin (16/10).

Seperti diketahui, Kemendag menerbitkan beberapa kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng dalam menangani kelangkaan minyak goreng pada awal 2022.

Ombudsman mencatat, Kemendag telah menerbitkan setidaknya 7 Peraturan Menteri Perdagangan, 2 Keputusan Menteri Perdagangan, dan 1 Keputusan Direktur Jenderal.

Ombudsman menilai hal itu menunjukkan banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng. Namun tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat.

Baca Juga: Menu Terlarang untuk Penderita Diabetes Kronis, Waspadai 11 Makanan & Minuman Ini

Mengutip Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, tertanggal 18 September 2023, lima perusahaan kelapa sawit menggugat Menteri Perdagangan. Kelima perusahaan tersebut antara lain, PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Multi Nabati Sulawesi, dan PT Wilmar Bioenergi Indonesia.

Perkara tersebut teregister dengan nomor perkara 471/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Lalu, tertanggal 19 September 2023, tujuh perusahaan kelapa sawit menggugat Menteri Perdagangan. Ketujuh perusahaan tersebut antara lain PT Musim Mas, PT Agro Makmur Raya, PT Intibenua Perkasatama, PT Musim Mas Fuji, PT Mikie Oleo Nabati Industri, PT Wira Inno Mas, PT Megasurya Mas dkk.

Perkara tersebut teregister dengan nomor perkara 472/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Kemudian, tertanggal 20 September 2023, empat perusahaan kelapa sawit juga menggugat Menteri Perdagangan. Empat perusahaan tersebut antara lain, PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nubika Jaya, PT Pelita Agung Agrindustri, dan PT Permata Hijau Sawit.

Perkara tersebut teregister dengan nomor perkara 473/G/TF/2023/PTUN.JKT.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli