KLHK harus tegas kelola lahan Register 40



KONTAN.CO.ID - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus bersikap tegas terkait pengelolaan lahan di Register 40. Ada kesan KLHK tidak transparan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) dan tidak menerapkan perlakuan yang sama terhadap perusahaan yang ditengarai melanggar penggunaan fungsi lahan.

"Walhi meminta KLHK untuk menindak semua perusahaan yang ada di lahan Register 40 yang menggunakan lahan tersebut tetapi tidak sesuai dengan peruntukannya," ujar Dana Tarigan, Direktur Ekesekutif Waham Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara, Rabu (6/9).

Ini perlu dilakukan agar pemerintah bisa bertindak adil tidak hanya menindak satu perusahaan saja, tetapi perusahaan lainnya juga, termasuk badan usaha milik negara (BUMN). Sementara ini yang diproses secara hukum baru PT Torganda, perusahaan milik DL Sitorus yang disebut-sebut menguasai lahan seluas 47.000 ha.


Walhi juga menilai, KLHK tidak transparan dalam pengelolaan uang tebusan yang diberikan oleh perusahaan yang mengelola lahan di Register 40. Menurut perhitungannya, jumlah dana diperkirakan bisa mencapai Rp 7,8 triliun dan dana tersebut harus dipertanggungjawabkan kepada publik.

“Perintah putusan MA dieksekusi semuanya, kemudian perusahaan diberikan waktu satu siklus tanam sawit, kemudian dihutankan kembali. Nah, uang yang satu siklus tanam tersebut kan seharusnya dikembalikan ke negara. Kalau menurut hitungan kita sudah mencapai Rp 7,8 triliun, siapa yang pegang,” kata Dana.

Dana menegaskan, jika uang tersebut belum dibayarkan, termasuk oleh PT Torganda maka pemerintah harus meminta uang tersebut. Kalau tidak, menurut dia, ada kerugian yang dialami oleh negara dan memunculkan kecurigaan kalau uang tersebut di bagi-bagi kepada oknum.

Berdasarkan putusan MA nomor 2642/K/PID/2006, yang sudah berkekuatan hukum memutuskan DL Sitorus bersalah melakukan penguasaan terhadap hutan negara, lewat perusahaannya, PT Torganda dan PT Torus Ganda.

Putusan kasasi itu menyebutkan; pertama, Perkebunan kelapa sawit seluas  23.000 ha, yang dikuasai Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit Bukit Harapan dan PT Torganda, beserta seluruh bangunan yang ada di sana, dirampas untuk negara lewat Departemen Kehutanan.

Kedua, Perkebunan kelapa sawit seluas 24.000 ha, yang dikuasai Koperasi Parsadaan Simangambat Ujung Satu dan PT Torus Ganda, beserta seluruh bangunan yang ada di sana, juga dirampas untuk Negara lewat Departemen Kehutanan.

Sutrisno Pangaribuan, anggota Komisi C DPRD Sumatra Utara menilai, KLHK melakukan diskriminasi hukum terhadap pengusaha perkebunan DL Sitorus. “Kita kan sudah sarankan untuk diselesaikan semua. Artinya tidak hanya perusahaan DL Sitorus saja. Ada puluhan perusahaan di sana baik swasta maupun yang BUMN. Kita sampaikan berkali-kali, kenapa hanya Pak DL Sitorus saja yang dieksekusi kejaksaan,” tuturnya.

Politisi PDI Perjuangan itu menemukan sekitar 29 perusahaan perkebunan kelapa sawit di kawasan Register 40 saat melakukan kunjungan lapangan.

Ke-29 perusahaan itu antara lain PT FMP seluas 14.853 hektar, PT Wonorejo seluas 7.892 ha, PTPN IV 10.000 ha, PT SSPI seluas 5.500 ha, Koperasi Bukit Harapan (dieksekusi) 23.450 ha, KTPS 14.000 ha, PT AML 21.000 he, Koperasi Langkimat 14.000 ha, PT SSL 33.390 Ha, PT EPS 9.833 Ha, PT KM 2.000 ha, PTPN II 10.000 ha, PT Rapala 10.300 Ha, PT Inhutani IV 19.500 Ha.

Lalu ada ada juga Koperasi Parsub 17.000 ha, Kelompok Masyarakat 10.000 ha, KUD Sinar Baru 3.000 ha, KUD Serba Guna 3.000 ha (sudah memiliki sertifikat), Koperasi KPN 1.500 ha, PT Rispa 5.000 ha, Transmigrasi 7.135 ha, PT SKL 82.502 ha, PT CP 2.000 ha, PT MAI 10.781 Ha, PT KAS 4.870 Ha, PT HBP 4.000 ha, PT AMKS 4.500 Ha, PT AMKS 4.500 ha, PT Jerman 300 ha.

Aripay Tambunan, anggota DPRD Sumut Fraksi Amanat Nasional, menilai meninggalnya pengusaha perkebunan asal Sumatera Utara DL Sitorus membuka fakta bahwa KLHK tidak berhasil menciptakan iklim kompetisi yang adil dan transparan bagi pengusaha di bidang perkebunan. KLHK hanya fokus menindak satu perusahaan di antara sekian perusahaan yang bermasalah di lahan register 40.

Sementara Marihot Siahaan, kuasa hukum almarhum Darianus Lungguk Sitorus siap menggugat KLHK yang terus menuding almarhum sebagai perambah hutan atas perkara Register 40 di Sumatera Utara.

Tuduhan tersebut selalu diumbar ke media menjelang rencana pemerintah untuk melakukan eksekusi lapangan terhadap 47.000 hektare kebun sawit di kawasan register 40 di Desa Parsombaan, Kecamatan Lubuk Barumun, Padang Lawas, Sumatera Utara.

“Kementerian LHK selalu mengatakan lahan 47.000 di kawasan register 40 adalah milik DL Sitorus. Padahal lahan itu semuanya milik masyarakat dan dikelola oleh koperasi Bukit Harapan. DL Sitorus tidak punya sertifikat hak milik di Register 40 dan sudah dibuktikan di pengadilan,” ujar Marihot.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri