KLHK Kumpulkan Rp 136,4 Miliar dari Denda dan Ganti Rugi Kerusakan Lingkungan di 2022



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus berupaya melakukan penegakan hukum lingkungan hidup dan kehutanan. Hal ini dalam rangka mewujudkan hak-hak konstitusi masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Pada Tahun 2022 telah dilakukan operasi pengamanan hutan dan peredaran hasil hutan sebanyak 115 kali dan 735 penanganan pengaduan, dengan pemberian Sanksi Administratif terhadap 368 kasus, 20 gugatan perdata, 153 penyelesaian pidana P21.

Dari penanganan tersebut nilai perolehan PNBP selama tahun 2022 dari denda administratif dan ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp 136,4 miliar.  


“Kami terus melakukan pencegahan melalui patroli-patroli operasi pengamanan kawasan, dan juga melakukan penegakan hukum yang dapat memulihkan kerugian yang diderita oleh para korban, baik itu lingkungan hidup, masyarakat, dan negara,” jelas Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Kehutanan (Gakkum) KLHK Rasio Ridho Sani dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (31/12).

Ditjen Gakkum KLHK juga telah menerapkan prinsip restorative justice untuk menghukum semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu. Hal ini dalam upaya untuk menimbulkan efek jera kepada para pelaku.

Baca Juga: Chandra Asri Dorong Bisnis Berkelanjutan dengan Menerapkan Green Energy

Menurut Rasio Sani, penegakan keadilan restorative menjadi sangat penting karena penegakan hukum tidak cukup menghukum pelaku. Melainkan harus dapat mengembalikan kerugian yang diderita oleh para korban.

“Baik lingkungan harus dipulihkan, kerugian masyarakat harus dipulihkan, dan kerugian negara juga harus dipulihkan," ungkap Rasio Sani.

Saat ini juga telah dilakukan beberapa inovasi untuk menimbulkan efek jera. Diantarnya dengan ditetapkannya multidoor transnational crime. Yaitu join investigasi tidak hanya dengan undang-undang lingkungan hidup kehutanan. Akan tetapi juga dengan undang-undang lainnya dengan penyidik-penyidik lainnya.

Hal ini seperti pada Operasi Bersama Penyidik KLHK, Penyidik Bea dan Cukai, Pangkalan PLP Tanjung Uban dan Penyidik KSOP Khusus Batam yang berhasil mengamankan Kapal Tanker MT Tutuk berbendera Indonesia GT 7463. Kapal tanker tersebut tidak memiliki izin kegiatan transfer ship to ship bermuatan 5.500 MT diduga merupakan limbah B3 berupa minyak hitam.

Pada upaya ini dilakukan Penyidikan Bersama oleh Penyidik KLHK untuk Tindak Pidana UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan oleh Penyidik KSOP Batam untuk Tindak Pidana Pelayaran sesuai UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Baca Juga: Pengusaha Merespons Positif Pencabutan PPKM, Imbau Pemerintah Tetap Waspada

Kemudian juga inovasi dengan menjerat beneficial ownership. Yaitu dengan menjerat beneficial ownership-nya bukan hanya pelaku lapangannya. Serta Penerapan Penegakan Hukum In Absentia.

"Penegakkan hukum tidak hanya cukup menghukum pelaku lapangan, namun juga beneficial ownership," imbuhnya.

Beberapa contoh kasus yang turut menjerat beneficial ownership adalah Penyidik KLHK menetapkan W (Direktur PT. PNJNT) sebagai tersangka memuaskan limbah B3 ke wilayah NKRI dari Malaysia menggunakan kapal MT Tutuk GT 7463.

Selain itu ada juga upaya Penyidik KLHK menetapkan RMY Direktur PT JAP sebagai tersangka Pertambangan Nikel ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Rasio Sani mengatakan, langkah-langkah penegakan hukum diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan agenda iklim kita FoLU Net Sink by 2030. “Kita bisa mencapai lingkungan hidup baik dan sehat, inilah komitmen konstitusi kita,” ungkap Rasio.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari