JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mendesain program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare (ha). Program ini berbasis pengalokasian areal izin hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan adat (HA), serta kemitraan dengan pemegang izin hutan tanaman industri melalui pemanfaatan areal tanaman kehidupan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mencatat, selama ini pengembangan izin-izin berbasis masyarakat, khususnya HTR kerap menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya, permasalahan pembiayaan karena menyangkut penyediaan agunan, harga komoditas produk, lemahnya administrasi keuangan, masa grass period yang cukup panjang dan belum ada penjamin risiko. Selain itu juga terdapat permasalahan lain seperti areal hutan produksi (HP) yang dialokasikan terfragmentasi dalam skala luasan yang kecil, lokasi terletak di areal dengan aksesibilitas dan infrastruktur terbatas, permasalahan kapasitas (SDM, pembiayaan, teknologi), serta konektivitas terhadap industri pengolahan hasil hutan yang terbatas.
KLHK siapkan model pembiayaan perhutanan
JAKARTA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mendesain program perhutanan sosial seluas 12,7 juta hektare (ha). Program ini berbasis pengalokasian areal izin hutan tanaman rakyat (HTR), hutan desa (HD), hutan kemasyarakatan (HKm) dan hutan adat (HA), serta kemitraan dengan pemegang izin hutan tanaman industri melalui pemanfaatan areal tanaman kehidupan. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mencatat, selama ini pengembangan izin-izin berbasis masyarakat, khususnya HTR kerap menghadapi sejumlah kendala. Salah satunya, permasalahan pembiayaan karena menyangkut penyediaan agunan, harga komoditas produk, lemahnya administrasi keuangan, masa grass period yang cukup panjang dan belum ada penjamin risiko. Selain itu juga terdapat permasalahan lain seperti areal hutan produksi (HP) yang dialokasikan terfragmentasi dalam skala luasan yang kecil, lokasi terletak di areal dengan aksesibilitas dan infrastruktur terbatas, permasalahan kapasitas (SDM, pembiayaan, teknologi), serta konektivitas terhadap industri pengolahan hasil hutan yang terbatas.