KMMSAJ ajukan kontra memori PK soal swastanisasi air



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) resmi mendaftarkan kontra memori peninjauan kembali (PK) dalam perkara swastanisasi air Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/6).

Kontra memori peninjauan kembali ini merupakan tanggapan atas memori peninjauan kembali yang telah diajukan sebelumnya oleh Menteri Keuangan pada 22 Maret 2018 dalam rangka peninjauan kembali atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 31 K/Pdt/2017 pada 10 April 2017.

Mahkamah Agung sendiri dalam putusan kasasi tersebut telah memenangkan Koalisi dalam gugatan Citizen Law Suit (CLS) alias gugatan warga negara.


"Ada 13 dalil yang kami sampaikan dalam kontra memori PK. Misalnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XII/2013 telah melarang swastanisasi air di Indonesia," kata Nelson Simamora, dari OBH Jakarta yang tergabung dalam koalisi dalam keterangan resminya, Selasa (5/6).

Nelson juga menambahkan bahwa pertimbangan hukum Majelis Kasasi sendiri sudah tepat yang menyatakan penyerahan kewenangan pengelolaan air ke pihak swasta, dalam hal ini PT Palyja dan PT Aetra merupakan perbuatan melawan hukum.

"Pertimbangan tersebut oleh Majelis Hakim Kasasi diambil berdasarkan proses pembuktian," sambungnya.

Lagi pula, Nelson menjelaskan secara ekonomi, penyerahan pengelolaan air ke swasta justru merugikan negara. Ia berpijak pada Laporan Evaluasi Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Provinsi DKI Jakarta (PAM Jaya) Tahun Buku 2016 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Nomor LEV-272/PW09/4.2/2017 tanggal 22 Juni 2017.

Laporan tersebut menyatakan dampak dari implementasi Perjanjian Kerjasama sejak 1998 justru bikin Pemprov DKI Jakarta buntung. Sejak periode tersebut hingga 31 Desember 2016 PAM Jaya telah membukukan akumulasi kerugian yang per 31 Desember 2016 berjumlah Rp. 1.266.118.952.312 dan ekuitas negatif sebesar Rp. 945.832.099.159.

Selain itu PAM Jaya juga memiliki kewajiban (shortfall) kepada PT Palyja sebesar Rp 266.505.431.300 dan PT Aetra sebesar Rp 173.803.105.371 atau seluruhnya berjumlah Rp 440.308.536.671 yang merupakan defisit akibat penerimaan kas atas air yang terjual yang lebih kecil dari jumlah imbalan (water charge) yang dibayar.

Atas hal-hal tersebut, KMMSAJ mendesak Mahkamah Agung melalui Majelis Hakim Peninjauan Kembali menolak peninjauan Kembali yang diajukan oleh Menteri Keuangan.

"Karena pengajuan PK tidak beralasan menurut hukum mengingat alasan-alasan yang menjadi dasar peninjauan kembali sudah berkali-kali diperiksa dan diputus oleh berbagai tingkatan pengadilan," kata Nelson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto