KONTAN.CO.ID - JAKARTA - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 telah berakhir, dengan pasangan Capres dan Cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, atau Prabowo-Gibran, berhasil memenangkan versi hitung cepat atau quick count. Menurut hasil sementara real count KPU pada Jumat (16/2) pukul 21.01 WIB, suara yang masuk telah mencapai 66,61%, atau sebanyak 548.354 TPS dari total 823.236 TPS di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, Prabowo-Gibran berhasil memperoleh 49,7 juta suara, atau sekitar 57,95% dari suara penduduk Indonesia. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dua pasangan calon lainnya.
Baca Juga: Memetakan Koalisi Pemerintahan Baru Kemenangan ini memunculkan pertanyaan mengenai siapa saja yang akan dipilih oleh Prabowo-Gibran untuk menduduki sejumlah posisi menteri. Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), menilai bahwa koalisi Prabowo-Gibran telah terlalu besar dengan empat partai parlemen yang bergabung. Koalisi tersebut adalah Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang terdiri dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Demokrat. Dengan menguasai 264 kursi parlemen atau sekitar 45%. Menurut Bhima, proyeksi kabinet atau tim ekonomi Prabowo-Gibran untuk posisi Kemenkeu hingga Kemenko Marvest akan diisi oleh orang-orang dari partai politik dalam KIM. Hal ini menunjukkan kemungkinan besar akan ada penempatan orang-orang dari partai politik dalam bidang ekonomi, terutama dengan kehadiran figur seperti Airlangga dan Zulkifli Hasan.
Baca Juga: Prabowo Gibran Menang Hitungan Cepat Pemilu 2024, ini Tanggapan Aguan Bhima juga menyatakan bahwa untuk posisi non-partai politik, kemungkinan akan diisi oleh beberapa orang dari relawan atau pengusaha yang mendukung pasangan calon 02. Beberapa nama yang disebutkan adalah Drajat Wibowo, Fuad Bawazier, dan Rosan Roslani, atau perwakilan dari pengusaha. Namun demikian, Bhima menegaskan bahwa posisi Menteri Keuangan (Menkeu) tidak akan kembali diisi oleh Sri Mulyani Indrawati, karena hubungan antara Sri Mulyani dan Prabowo terbilang kurang harmonis. Perselisihan antara Kemenhan dan Kemenkeu, seperti terkait dengan pengelolaan hutang luar negeri untuk belanja alutsista dan program food estate, menjadi salah satu contoh. Bhima juga mengakui bahwa masih sulit untuk memprediksi siapa yang akan menggantikan posisi Luhut Pandjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves). Pasalnya, Luhut dikenal sebagai figur yang kuat dan memiliki pengaruh yang luas di berbagai kementerian. Menurut Bhima, salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan selanjutnya adalah menentukan sosok yang sepadan dengan Sri Mulyani dan Luhut Pandjaitan untuk posisi Menkeu dan Menko Marves.
Baca Juga: Menakar Arah Pergerakan IHSG dari Hasil Quick Count Pemilu 2024 Hal ini karena kedua posisi tersebut dianggap sangat vital dalam pemerintahan, terutama dalam hal perencanaan anggaran dan kebijakan investasi. Bhima menekankan bahwa jika pengganti Sri Mulyani bukanlah sosok yang memiliki kredibilitas internasional yang tinggi dan jaringan yang luas dengan lembaga keuangan internasional, hal tersebut dapat menjadi kendala bagi pemerintahan Prabowo di masa mendatang. Selain itu, ia juga mencatat bahwa di tim ekonomi Prabowo belum terlihat sosok yang sepadan dengan Luhut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli