Koalisi Masyarakat Sipil Adukan Revisi UU TNI dan UU Polri Ke Komnas HAM, Ini Poinnya



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk melaporkan revisi Undang-Undang (UU) TNI dan UU Polri yang dinilai melanggar HAM.

Wakil Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana menyoroti revisi UU TNI dan UU Polri sangat tertutup, terkesan terburu buru dan tidak demokratis. Pasalnya, ini disodorkan jelang akhir jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Secara prosedural ini tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,” ujarnya saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (7/8).


Baca Juga: Baleg DPR Bakal Tunda Revisi UU TNI dan Polri Hingga Pemerintahan Prabowo-Gibran

Arif menjelaskan, pada draft revisi UU Polri dinilai adanya tambahan kewenangan Kepolisian menjadi lembaga yang super power, bahkan mengambil alih kewenangan kementerian/lembaga yang lain. Menurutnya, ini tidak ada transparansi akuntabilitas pengawasan terhadap kewenangan-kewenangan tersebut.

“Apa saja? di antaranya penguasaan ruang siber kemudian kewenangan berkaitan dengan penyadapan, kewenangan lain yang berkaitan dengan Pasukan Pengamanan Masyarakat (Pam) Swakarsa mereka bisa melakukan pembinaan terhadap organisasi masyarakat,” jelasnya.

Berikutnya, lanjut Arif, Kepolisian bakal menjadi penyidik tunggal yang akan membawahi penyidik-penyidik di kementerian/lembaga lain, di mana ini akan berdampak pada penegakkan hukum.

Dia bilang, nantinya hal tersebut akan sangat bergantung kepada kepolisian, baik dalam pemberantasan korupsi, kasus pelanggaran HAM berat penyidiknya harus dari Kepolisian.

“Kekuasaan yang besar tanpa transparansi akuntabilitas itu rumusnya kesewenang-wenangan, rumusnya penyalahgunaan wewenang dan juga korupsi. Itu masalah besar,” terang dia.

Di lokasi yang sama, Wakil Koordinator Kontras, Andi Muhammad Rezaldy menyoroti dari sisi draft UU TNI, di mana poin yang paling krusial adalah berkenaan dengan penempatan prajurit TNI aktif di Kementerian/Lembaga, di mana penempatan ini itu memberikan akses yang luas bagi prajurit aktif.

“Kami khawatir dengan adanya tambah-tambahan penempatan prajurit TNI aktif ini akan menjadi persoalan yang sangat serius bagi profesionalisme TNI itu sendiri,” tandasnya. 

Baca Juga: Begini Modus Michael Steven di Kresna Group Hingga Berani Lawan OJK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati