KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Amnesty Internasiona dan Change.org, menilai Tim Satuan Tugas (Satgas) yang dibentuk oleh Kapolri Tito Karnavian untuk menyelesaikan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan gagal melaksanakan tugasnya. Pasalnya, hingga batas waktu yang telah ditentukan yakni enam bulan pasca resmi didirikan, tim tersebut tidak dapat mengungkap satu pun aktor yang bertanggung jawab atas cacatnya mata kiri penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersebut. "Sejak pertama kali dibentuk, masyarakat pesimistis atas kinerja tim tersebut," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/7).
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melihat ada beberapa faktor penyebab gagalnya Satgas tersebut. Pertama, jika dilihat komposisi anggotanya, 53 orang diantaranya berasal dari unsur Polri. Selain itu, saat pertama kali kasus ini mencuat diduga ada keterlibatan polisi atas serangan terhadap Novel sehingga patut diduga akan rawan konflik kepentingan. Oleh karena itu, yang digaungkan oleh masyarakat pada saat itu yakni pembentukan Tim Independen yang bertanggung jawab kepada Presiden Joko Widodo. "Sayangnya, Presiden seolah-olah melepaskan tanggung jawabnya sebagai panglima tertinggi. Padahal salah satu janji politiknya dalam isu pemberantasan korupsi yaitu ingin memperkuat KPK," ucap dia. Kedua, proses pemeriksaan yang dilakukan oleh tim tersebut sangatlah lambat dan terkesan hanyalah formalitas belaka. Hal tersebut dapat terlihat ketika tim tersebut mengajukan pertanyaan yang repetitif kepada Novel Baswedan pada 20 Juni 2019 lalu. Selain itu, hasil plesir Tim ke Kota Malang untuk melakukan penyelidikan pun tidak disampaikan ke publik. Hal ini mengindikasikan bahwa keseriusan tim tersebut patut dipertanyakan akuntabilitasnya. Sebab, sejak tim dibentuk tidak pernah ada satu informasi pun yang disampaikan ke publik mengenai calon tersangka yang diduga melakukan penyerangan. Dalam konteks waktu penyelesaian, Kepolisian dapat menangkap pelaku kasus pembunuhan di Pulomas dalam jangka waktu 19 jam pasca penyekapan korban. Sedangkan untuk kasus Novel waktu penyelesaiannya lebih dari dua tahun. Hal ini diduga karena adanya keterlibatan elit atas penyerangan Novel. Ketiga, tidak adanya transparansi penanganan kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Berdasarkan catatan ICW terdapat 91 kasus yang memakan 115 korban dari tahun 1996-2019. Kasus terakhir menimpa dua komisioner KPK yang diteror menggunakan bom. Sayangnya negara tidak hadir dalam upaya melindungi warganya untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. Padahal Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan hal itu, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi mendesak agar pemerintah melakukan dua hal. "Pertama, Presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta independen agar menunjukkan keberpihakannya pada pemberantasan korupsi. Kedua, Tim Satuan Tugas harus menyampaikan laporannya kepada publik sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas," kata Koordinator Kontras Yati Andriani yang juga merupakan Kuasa Hukum Novel Baswedan. Seperti diketahui, Pada tanggal 8 Januari 2019 Kapolri Tito Karnavian membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) untuk mengungkap kasus penyerangan yang dialami oleh Novel Baswedan. Tim tersebut dibentuk berdasarkan Surat Keputusan nomor: Sgas/ 3/I/HUK.6.6/2019 yang beranggotakan 65 orang dan didominasi dari unsur Kepolisian yang tenggat waktu kerjanya yaitu pada tanggal 7 Juli 2019 atau sekitar enam bulan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi