Kocok Ulang Alokasi Portofolio Ketika Kebijakan Moneter Masih Ketat



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Ekspektasi suku bunga tinggi bertahan lama (higher for longer) kembali membayangi pasar keuangan global. Dalam kondisi kebijakan moneter ketat ini, investor nampaknya perlu kembali menata portofolio investasi.

Seperti diketahui, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Risalah rapat The Fed terbaru juga menunjukkan beberapa pejabat bersedia memperketat kebijakan lebih lanjut jika inflasi kembali melonjak.

Di sisi lain, perang masih belum berkesudahan di Timur Tengah. Potensi konflik dapat sewaktu-waktu meletup seiring kematian Presiden Iran Ebrahim Raisi yang menimbulkan spekulasi akan terjadinya perang dunia ketiga.


Head of Investment Research Moduit, Manuel Adhy Purwanto, mengatakan bahwa perhatian dari konflik geopolitik di timur tengah adalah dampak ke distribusi dan produksi minyak dunia, karena berada di jalur utama perdagangan dunia. Ketidakpastian ini tetap perlu diwaspadai karena akan berdampak ke tingkat inflasi.

Ekspektasi The Fed mulai menurunkan suku bunga pun terus mundur dari perkiraan awal di bulan Maret 2024 hingga saat ini di November 2024. Hal itu karena sejak awal tahun, inflasi konsumen (CPI) Amerika Serikat bergerak fluktuatif di 3.1% - 3.5% secara tahunan, belum mendekati level target The Fed di 2%.

Baca Juga: Ketidakpastian di Pasar Berlanjut, Berikut Saran Alokasi Aset Keuangan Saat Ini

Meskipun demikian, Manuel percaya akan ada pelonggaran kebijakan moneter di akhir tahun 2024 ini. Pemangkasan suku bunga 1 sampai 2 kali tahun ini masih berpotensi terjadi seiring pelaksanaan pemilu AS bulan November mendatang.

Pasar akan berfokus pada Amerika Serikat yang akan menyelenggarakan pemilihan presiden di bulan November 2024. Dimana, Presiden Joe Biden sebagai petahana tentunya akan berupaya untuk menurunkan inflasi untuk meningkatkan elektabilitasnya.

“Skenario penurunan suku bunga 1 sampai 2 kali tahun ini, menurut saya masih dapat terjadi,” kata Manuel kepada Kontan.co.id, Senin (27/5).

Manuel melihat, saat ini adanya peluang menarik di saham domestik terutama setelah penurunan yang terjadi dalam 2 bulan terakhir. Di mana, koreksi pasar saham telah membuat valuasi saham-saham berfundamental solid kembali menarik.

Sementara, suku bunga yang masih tinggi hingga akhir tahun akan membuat potensi kenaikan harga obligasi menjadi lebih terbatas. Namun investor dapat mengunci yield obligasi di kisaran 6,5% - 7% per tahun.

Bagi emas, harganya saat ini dipandang sudah berada di level cukup tinggi. Logam kuning berpotensi terkoreksi, jika ekspektasi penurunan inflasi atau suku bunga acuan semakin kuat.

Manuel menyebutkan, dengan menilai kondisi pasar yang berkorelasi pada pergerakan aset investasi tersebut, investor dapat mempertimbangkan alokasi aset berikut. Pembagian porsi aset dapat disesuaikan dengan tipe ataupun karakteristik investor yang umumnya dibagi 3 yakni konservatif, moderat dan agresif.

Baca Juga: Saham Perbankan dan Telekomunikasi Membebani Kinerja Reksadana Indeks

Bagi investor konservatif, maka dapat membagi portofolio invesatasinya sekitar 30% pada Reksa Dana Pasar Uang, Obligasi ataupun juga Reksadana Pendapatan Tetap sekitar  40%, Emas 20%, serta Saham ataupun melalui Reksa Dana Saham sekitar 10%.

Untuk investor tipe moderat, maka dapat mengalokasikan sekitar 20% pada Reksa Dana Pasar Uang,  Obligasi ataupun Reksadana Pendapatan Tetap 40%, Emas 10%, dan juga Saham atau Reksadana Saham sekitar 30%.

Sementara untuk investor tipe agresif dapat memasukkan dana sekitar 10% pada Reksa Dana Pasar Uang, Obligasi atau Reksadana Pendapatan Tetap 30%, Emas 10%, serta Saham ataupun Reksadana Saham sekitar 50%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari