KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan teknologi yang akan diterapkan dalam tender mesin sensor internet tidak menggunakan Deep Packet Inspection (DPI). Semuel Abrijani Pangerapan selaku Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menegaskan teknologi yang akan diterapkan adalah sistem crawling yang tidak memerlukan spesifikasi khusus dalam pengaplikasiannya. "Sistem ini bukan seperti yang digosipkan ada DPI, ini adalah sistem crawling dan barang-barangnya sudah ada di market," terang Semuel dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (9/10). Lebih lanjut lagi, Semuel menegaskan bahwa sistem crawling sama halnya dengan pengerjaan manual oleh manusia dengan membuka dan menganalisa seluruh website yang mengandung konten negatif secara satu persatu. "Tapi ini secara automatic karena ada bot dan kecerdasan buatan (AI) di dalamnya, yang akan crawling dan analisa konten-konten tersebut," tambah Semuel. Dengan adanya peralihan dari manual menjadi teknologi AI, maka waktu yang dibutuhkan jadi lebih efisien dan pemblokiran situs-situs berkonten pornografi akan semakin banyak. Semuel mengaku, dari total 30 juta situs berkonten pornografi baru 700.000 diantaranya yang sudah berhasil diblokir. Adapun lelang mesin sensor internet tersebut dimenangkan oleh PT INTI melalui mekanisme lelang terbuka. PT INTI berhasil menyingkirkan 71 peserta lainnya karena lulus secara dokumen administrasi dan teknis. PT INTI dipilih karena mampu untuk pengadaan barang dengan harga penawaran sebesar Rp 198.661.683.606 dengan harga terkoreksi sebesar Rp 194.059.863.536. Adapun tata cara pembayaran yang dilakukan pihak pemerintah kepada PT INTI sebagai pemenang tender adalah dengan cara lump sum. "Jadi dipasang dulu, diperlihatkan kepada kami bahwa itu berfungsi sesuai keinginan kami, baru dibayar. Jadi tidak ada down payment dan semacamnya. Jadi kalau gagal, negara tidak rugi karena tidak dibayarkan apabila mereka tidak mendelivery sistem yang sesuai syarat tender," tegas Semuel. Rencananya, serah terima barang tersebut paling lambat pada 31 Desember 2017 agar mulai awal Januari sudah dapat beroperasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Kominfo bantah teknologi DPI di sensor internet
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan teknologi yang akan diterapkan dalam tender mesin sensor internet tidak menggunakan Deep Packet Inspection (DPI). Semuel Abrijani Pangerapan selaku Dirjen Aptika Kementerian Kominfo menegaskan teknologi yang akan diterapkan adalah sistem crawling yang tidak memerlukan spesifikasi khusus dalam pengaplikasiannya. "Sistem ini bukan seperti yang digosipkan ada DPI, ini adalah sistem crawling dan barang-barangnya sudah ada di market," terang Semuel dalam konferensi pers di Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Senin (9/10). Lebih lanjut lagi, Semuel menegaskan bahwa sistem crawling sama halnya dengan pengerjaan manual oleh manusia dengan membuka dan menganalisa seluruh website yang mengandung konten negatif secara satu persatu. "Tapi ini secara automatic karena ada bot dan kecerdasan buatan (AI) di dalamnya, yang akan crawling dan analisa konten-konten tersebut," tambah Semuel. Dengan adanya peralihan dari manual menjadi teknologi AI, maka waktu yang dibutuhkan jadi lebih efisien dan pemblokiran situs-situs berkonten pornografi akan semakin banyak. Semuel mengaku, dari total 30 juta situs berkonten pornografi baru 700.000 diantaranya yang sudah berhasil diblokir. Adapun lelang mesin sensor internet tersebut dimenangkan oleh PT INTI melalui mekanisme lelang terbuka. PT INTI berhasil menyingkirkan 71 peserta lainnya karena lulus secara dokumen administrasi dan teknis. PT INTI dipilih karena mampu untuk pengadaan barang dengan harga penawaran sebesar Rp 198.661.683.606 dengan harga terkoreksi sebesar Rp 194.059.863.536. Adapun tata cara pembayaran yang dilakukan pihak pemerintah kepada PT INTI sebagai pemenang tender adalah dengan cara lump sum. "Jadi dipasang dulu, diperlihatkan kepada kami bahwa itu berfungsi sesuai keinginan kami, baru dibayar. Jadi tidak ada down payment dan semacamnya. Jadi kalau gagal, negara tidak rugi karena tidak dibayarkan apabila mereka tidak mendelivery sistem yang sesuai syarat tender," tegas Semuel. Rencananya, serah terima barang tersebut paling lambat pada 31 Desember 2017 agar mulai awal Januari sudah dapat beroperasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News