KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai dapat mengoptimalkan pendapatan negara dengan menarik lebih banyak frekuensi dari perusahaan hasil merger. Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menyoroti izin merger yang dikeluarkan oleh Kominfo untuk Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (Tri Indonesia ). Menurut Uchok, syarat yang diberikan Kominfo tidak sejalan dengan semangat Presiden Joko Widodo yang ingin mengoptimalkan pendapatan negara baik itu dari pajak maupun non pajak. Menurut Uchok jika Kominfo memiliki semangat yang sama untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak (PNBP), seharusnya Kominfo dapat menarik lebih banyak frekuensi dari perusahaan hasil merger Indosat dan Tri Indonesia.
Terlebih lagi jumlah pelanggan perusahaan hasil merger tersebut dinilai Uchok tidak akan sebanyak yang diperkirakan banyak orang. Terlebih lagi pasca registrasi prabayar yang diberlakukan pemerintah, maksimal satu NIK hanya boleh memiliki tiga nomor dalam satu operator. Uchok memperkirakan akan banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia ada yang overlap dan mungkin banyak pelanggan dengan NIK yang sama memiliki no lebih dari 3 untuk Indosat dan Tri Indonesia. Jika Kominfo tegas menjalankan aturan registrasi prabayar, Uchok memastikan akan banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia yang berguguran karena dipaksa untuk melakukan unreg. Karena banyak pelanggan Indosat dan Tri Indonesia memiliki paket aktif yang panjang.
Baca Juga: Merger ISAT dan Tri Indonesia dinilai akan memberikan dampak maksimal pada 2024–2026 "Karena pelanggannya turun, seharusnya pemerintah bisa lebih banyak menarik frekuensi yang dimiliki oleh Indosat dan Tri Indonesia. Perkiraan saya jumlah yang harusnya ditarik oleh Kominfo bisa lebih ketika merger XL dan Axis. Menurut saya Presiden Joko Widodo harus segera turun tangan untuk menginvestigasi alasan Kominfo hanya menarik 2x5 MHz. Padahal Presiden tengah membutuhkan tambahan dana untuk menambal APBN,"ungkap Uchok dalam keterangan pers, Jumat (19/11). Ketika XL dan Axis melakukan merger, Kominfo dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) merekomendasikan untuk menarik frekuensi perusahaan hasil penggabungan sebanyak 2x10 Mhz di pita 2100 MHz. Pada saat itu jumlah pelanggan XL dan Axis pasca merger dan cleansing (membersihkan pelanggan yang produktif) 60 juta. Sebab ketika operator hendak melakukan aksi korporasi, mereka menaikan jumlah pelanggannya. Menurut Perhitungan Uchok, jika Kominfo mau menarik frekuensi lebih banyak dari merger Indosat dan Tri Indonesia, maka pemerintah dipastikan bisa mendapatkan tambahan PNBP lebih besar lagi. Jika mengacu pada harga lelang frekuensi 2017, pemenang lelang harus membayar 3x harga lelang yaitu Rp 1,3 triliun (harga lelang Rp 423 miliar). "Jika melihat hanya 2x5 MHz frekuensi yang diambil negara, itu menunjukan dengan jelas Kominfo tak mendukung program Presiden Jokowi untuk mendapatkan dana APBN. Jika Kominfo menarik 2x20 MHz, maka negara bisa mendapatkan PNBP Rp 5 triliun. Dana tersebut signifikan untuk PNBP negara di saat pandemik dan negara kesulitan mendapatkan pajak seperti saat ini. Harusnya semua kementerian lembaga mendukung program Presiden Joko Widodo meningkatkan PNBP. Karena tak memaksimalkan PNBP, Kominfo harus diingatkan oleh Presiden,"kata Uchok.
Baca Juga: Pasca merger, Indosat (ISAT)-Tri akan dukung transformasi digital Indonesia Editor: Noverius Laoli