KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini masyarakat resah dengan maraknya penyebar informasi negatif melalui SMS palsu. Penyebaran konten negatif melalui SMS palsu atau blast SMS semakin tinggi jumlah ketika menjelang pemilihan umum 17 April kemarin. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan BRTI sudah memonitor perkembangan isu yang meresahkan masyarakat tersebut. Saat ini Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) tengah memantau perkembangan penggunaan fake BTS tersebut. Menurut Agung, penyebar SMS palsu atau blast SMS ini diduga oknum yang tidak bertanggungjawab dengan menggunakan teknologi yang bernama mobile blaster atau fake BTS. Dengan perangkat tersebut oknum yang tak bertanggungjawab dapat mengirimkan pesan singkat SMS kepada pelanggan tanpa izin operator maupun pemilik nomor yang sesungguhnya. "Yang melakukan penyebaran SMS itu bukan operator. Dengan alat tersebut mereka bisa menyebarkan SMS seolah-olah dari pemilik resmi nomor. BRTI mengimbau masyarakat yang melakukan penyebaran SMS melalui fake BTS untuk menghentikan kegiatannya. Kegiatan tersebut telah merugikan masyarakat dan melanggar UU ITE," papar Agung, dalam penjelasan tertulis, Kamis (18/4). Meski regulator telah melarang penggunaan fake BTS, Kominfo masih kesulitan menghentikan secara penuh penggunaan fake BTS di masyarakat. Selain karena alat tersebut telah beredar cukup masif di masyarakat tanpa melalui operator, pengoperasian fake BTS ini juga dilakukan secara random dan berpindah-pindah tempat. "Fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing system operator. Mereka melakukan intersepsi diantara BTS dan pelanggan telepon selular," terang Agung.
Kominfo harus menindak penjual perangkat SMS palsu
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini masyarakat resah dengan maraknya penyebar informasi negatif melalui SMS palsu. Penyebaran konten negatif melalui SMS palsu atau blast SMS semakin tinggi jumlah ketika menjelang pemilihan umum 17 April kemarin. Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo mengatakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan BRTI sudah memonitor perkembangan isu yang meresahkan masyarakat tersebut. Saat ini Balai Monitor Spektrum Frekuensi Radio (Balmon) tengah memantau perkembangan penggunaan fake BTS tersebut. Menurut Agung, penyebar SMS palsu atau blast SMS ini diduga oknum yang tidak bertanggungjawab dengan menggunakan teknologi yang bernama mobile blaster atau fake BTS. Dengan perangkat tersebut oknum yang tak bertanggungjawab dapat mengirimkan pesan singkat SMS kepada pelanggan tanpa izin operator maupun pemilik nomor yang sesungguhnya. "Yang melakukan penyebaran SMS itu bukan operator. Dengan alat tersebut mereka bisa menyebarkan SMS seolah-olah dari pemilik resmi nomor. BRTI mengimbau masyarakat yang melakukan penyebaran SMS melalui fake BTS untuk menghentikan kegiatannya. Kegiatan tersebut telah merugikan masyarakat dan melanggar UU ITE," papar Agung, dalam penjelasan tertulis, Kamis (18/4). Meski regulator telah melarang penggunaan fake BTS, Kominfo masih kesulitan menghentikan secara penuh penggunaan fake BTS di masyarakat. Selain karena alat tersebut telah beredar cukup masif di masyarakat tanpa melalui operator, pengoperasian fake BTS ini juga dilakukan secara random dan berpindah-pindah tempat. "Fake BTS ini memancarkan frekuensi seolah-olah BTS operator. Padahal sesungguhnya ini murni tanpa melalui core atau billing system operator. Mereka melakukan intersepsi diantara BTS dan pelanggan telepon selular," terang Agung.