JAKARTA. Tiga fraksi di Komisi Hukum (III) yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, dan juga fraksi Partai Golkar mengecam keras penamparan yang diduga dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana kepada petugas lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru, Riau. Anggota Komisi III dari fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari menyatakan bahwa dugaan aksi kekerasan yang dilakukan Denny, bagai aksi koboi yang tidak mencerminkan tindakan terpuji seorang pejabat penyelenggara negara. Menurut Eva, Denny bahkan belum memahami jabatan yang diembannya sebagai wakil menteri. "Denny sebagai seorang wakil menteri merupakan seorang politisi dan bukan seorang penegak hukum. Kalau hanya untuk melakukan penindakan terhadap narapidana, bisa menyerahkan tugas itu kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan berkoordinasi dengan polisi setempat," tutur Eva di Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (3/4). Eva menambahkan, dalam menjalankan jabatannya, Denny seharusnya lebih fokus kepada pembenahan sistem agar dapat tercipta pencegahan sistemik dan bukan melakukan penindakan seperti aksi yang dilakukannya itu. Selain itu, tindakan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Denny menurut Eva, merupakan tindakan yang menyalahi aturan karena dilakukan di luar jam kerja. "Sidak tidak benar dilakukan di luar jam kerja kalau di luar kantor. Kalau dilakukan pada jam kerja, tidak menjadi masalah. Karena rawan terjadi abuse of power, jika di luar jam kerja," imbuhnya. Karena itu, menurut Eva, sanksi tegas seharusnya bisa dijatuhkan oleh Presiden SBY sebagai penunjuk langsung Denny Indrayana untuk menduduki jabatannya sebagai Wamenkumham. Selain Eva, anggota Komisi III dari fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul juga menyesalkan terjadinya penamparan yang diduga dilakukan oleh Denny. Seharusnya, sebagai seorang pejabat penyelenggara negara, Denny memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam menjalankan setiap tugasnya. Karena itu, menurutnya aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh Denny ini perlu diberikan sanksi karena penamparan merupakan tindak pidana. "Kalau memang benar itu terjadi, maka sangat saya sesalkan. Perlu proses hukum yang tegas, apalagi berkaitan dengan penegakan hukum dan HAM. Jangan main hakim sendiri. Kami akan memanggil Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, untuk mendengar secara langsung konfirmasi dari mereka," ucap Ruhut. Politisi Partai Golkar yang merupakan anggota Komisi III Bambang Soesatyo juga menyatakan bahwa jika terbukti Denny benar melakukan aksi kekerasan, maka Presiden SBY harus mencopot yang bersangkutan dari jabatannya. Selain itu, menurut Bambang, kasus kekerasan ini harus diusut tuntas dan diselesaikan hingga ke tahap peradilan. Selain itu Bambang menegaskan bahwa jika Presiden SBY tidak memberikan sanksi terhadap Denny, maka artinya Presiden merestui aksi kekerasan dan tindakan brutal yang dilakukan oleh pejabat penyelenggara negara. "Ini bukan negeri preman. Jika benar, Presiden harus memberi sanksi. Apa pun alasannya, Komisi III akan menegur keras Menteri hukum dan HAM. Polisi juga harus menindak tegas sesuai dengan hukum, aturan dan undang-undang yang berlaku," pungkasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Komisi III DPR minta presiden copot Denny
JAKARTA. Tiga fraksi di Komisi Hukum (III) yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, dan juga fraksi Partai Golkar mengecam keras penamparan yang diduga dilakukan oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana kepada petugas lembaga pemasyarakatan kelas II A Pekanbaru, Riau. Anggota Komisi III dari fraksi PDIP Eva Kusuma Sundari menyatakan bahwa dugaan aksi kekerasan yang dilakukan Denny, bagai aksi koboi yang tidak mencerminkan tindakan terpuji seorang pejabat penyelenggara negara. Menurut Eva, Denny bahkan belum memahami jabatan yang diembannya sebagai wakil menteri. "Denny sebagai seorang wakil menteri merupakan seorang politisi dan bukan seorang penegak hukum. Kalau hanya untuk melakukan penindakan terhadap narapidana, bisa menyerahkan tugas itu kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) dan berkoordinasi dengan polisi setempat," tutur Eva di Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa (3/4). Eva menambahkan, dalam menjalankan jabatannya, Denny seharusnya lebih fokus kepada pembenahan sistem agar dapat tercipta pencegahan sistemik dan bukan melakukan penindakan seperti aksi yang dilakukannya itu. Selain itu, tindakan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan oleh Denny menurut Eva, merupakan tindakan yang menyalahi aturan karena dilakukan di luar jam kerja. "Sidak tidak benar dilakukan di luar jam kerja kalau di luar kantor. Kalau dilakukan pada jam kerja, tidak menjadi masalah. Karena rawan terjadi abuse of power, jika di luar jam kerja," imbuhnya. Karena itu, menurut Eva, sanksi tegas seharusnya bisa dijatuhkan oleh Presiden SBY sebagai penunjuk langsung Denny Indrayana untuk menduduki jabatannya sebagai Wamenkumham. Selain Eva, anggota Komisi III dari fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul juga menyesalkan terjadinya penamparan yang diduga dilakukan oleh Denny. Seharusnya, sebagai seorang pejabat penyelenggara negara, Denny memiliki pengendalian diri yang tinggi dalam menjalankan setiap tugasnya. Karena itu, menurutnya aksi kekerasan yang diduga dilakukan oleh Denny ini perlu diberikan sanksi karena penamparan merupakan tindak pidana. "Kalau memang benar itu terjadi, maka sangat saya sesalkan. Perlu proses hukum yang tegas, apalagi berkaitan dengan penegakan hukum dan HAM. Jangan main hakim sendiri. Kami akan memanggil Menteri dan Wakil Menteri Hukum dan HAM, untuk mendengar secara langsung konfirmasi dari mereka," ucap Ruhut. Politisi Partai Golkar yang merupakan anggota Komisi III Bambang Soesatyo juga menyatakan bahwa jika terbukti Denny benar melakukan aksi kekerasan, maka Presiden SBY harus mencopot yang bersangkutan dari jabatannya. Selain itu, menurut Bambang, kasus kekerasan ini harus diusut tuntas dan diselesaikan hingga ke tahap peradilan. Selain itu Bambang menegaskan bahwa jika Presiden SBY tidak memberikan sanksi terhadap Denny, maka artinya Presiden merestui aksi kekerasan dan tindakan brutal yang dilakukan oleh pejabat penyelenggara negara. "Ini bukan negeri preman. Jika benar, Presiden harus memberi sanksi. Apa pun alasannya, Komisi III akan menegur keras Menteri hukum dan HAM. Polisi juga harus menindak tegas sesuai dengan hukum, aturan dan undang-undang yang berlaku," pungkasnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News