KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia meminta pemerintah untuk mengganti sistem ‘Indonesia Case-Based Group’ (INA-CBGs) dengan yang baru lantaran sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini. Hal ini diyakini akan lebih mampu mengatasi carut marut fasilitas pelayanan kesehatan dan menekan angka defisit BPJS Kesehatan. Masukan ini dilaporkan oleh panitia kerja (panja) INA CBGs kepada Komisi IX DPR dalam rapat internal yang digelar hari ini (11/10).
Tak hanya meminta mengubah sistem INA CBGs, masih ada sejumlah rekomendasi DPR kepada pemerintah guna memperbaiki pelayanan BPJS Kesehatan agar lebih maksimal lagi. Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf mengatakan, sistem INA CBGs di adopsi dari negara Malaysia lantaran tidak jadi dipakai. Namun dalam implementasinya, setelah berjalan lima tahun sistem ini belum mampu memberikan kualitas pelayanan yang optimal kepada peserta BPJS Kesehatan. "BPJS menyampaikan ke kami selama lima tahun beroperasi mereka sudah punya data komprehesif untuk melakukan perhitungan. Pengalaman ini bisa menjadi acuan untuk mengganti sistem yang baru," kata Dede kepada Kontan.co.id, Kamis (11/10). Maklum saja, lanjut Dede, saat kehadiran INA CBGs ini dahulu hanya melibatkan beberapa pihak saja seperti rumah sakit (RS) pemerintah dan juga beberapa RS swasta. Padahal, dibutuhkan stakeholder lain seperti gabungan perusahaan farmasi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyusun metode sebuah sistem sehingga akan ada masukan-masukan terbaik di dalamnya. Dalam dua pekan ke depan, Komisi IX DPR akan menyusun laporan ini yang akan diberikan kepada pemerintah dan diharapkan dapat serius melaksanakan rekomendasi ini. Apabila tidak, Dede menyebut, pemerintah harus memiliki argumentasi yang kuat. Sebab, apabila mempertahankan untuk tetap memakai sistem INA CBGs ini tentu pemerintah akan terus-menerus menambal defisit. Selanjutnya, DPR juga meminta pemerintah untuk mengurangi pajak barang mewah seperti alat kesehatan, bahan baku obat yang habis pakai. Hal ini disebabkan membutuhkan investasi yang besar. Maklum saja, sebagian besar peralatan kesehatan masih banyak didatangkan dari impor.
"Pada akhirnya memberikan beban investasi yang mahal tersebut kepada pasien," terang dia Ketiga, DPR mengusulkan untuk membuat panduan nasional pelayanan kesehatan (PNPK) untuk farmasi, dokter, bidan dan sebagainya guna menekan angka fraud yang sering kali terjadi dan membuat angka klaim ikut membengkak. Dan keempat, DPR juga ingin konsep
coordination of benefit (CoB) berjalan optimal. "CoB saat ini belum terjadi sinkronisasi. Ini yang kami dorong agar pasien yang juga memiliki asuransi tambahan bisa lebih optimal diberikan pelayanan adanya konsep CoB ini," jelasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto