JAKARTA. Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perindustrian, BUMN, dan Kementerian Keuangan sepakat untuk membentuk panitia kerja (panja) pengambilalihan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Ketua Komisi VI DPR Airlangga Hartarto mengatakan, pembentukan panja ini akan selesai sebelum Oktober 2013. "Komisi VI memutuskan membuat panja untuk membahas lebih dalam lagi untuk pengambilalihan Inalum untuk di BUMN kan," kata Airlangga, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2013).
Pembentukan panja ini, kata dia, lantaran Pemerintah Indonesia harus menyiapkan dana sebesar 709 juta dollar AS atau setara dengan Rp 7 triliun untuk pengambilalihan saham Nippon Asahan Alumuniun (NAA) sebesar 58,88 persen. Apabila pemerintah ingin mengambil alih Inalum menjadi BUMN, kata dia, harus ada Penyertaan Modal Negara (PMN). Sementara itu, anggota Komisi VI Fraksi Partai Golkar, Chairuman Harahap mengatakan Pemerintah Indonesia harus segera mengambil PT Inalum dari tangan Jepang. Menurutnya, selama kurang lebih 30 tahun perusahaan itu berada di tangan NAA. Selama itu,pihak Jepang terus mengolah dan mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, salah satu alasan terbentuknya panja adalah untuk mempercepat pengembalian PT Inalum kepada Indonesia. Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan kontrak kerja Inalum akan berakhir pada 31 Oktober 2013. Dengan berakhirnya kontrak itu, secara otomatis Inalum akan menjadi milik Indonesia seutuhnya. Dengan adanya penambahan PT Inalum, jumlah BUMN yang semula berjumlah 104 perusahaan pada 2013, maka jumlah BUMN akan bertambah satu menjadi 105 perusahaan.
Selain itu dengan kembali dikuasainya Inalum, lanjut Dahlan, pemerintah berjanji akan menempatkan orang Indonesia untuk menjabat pada jajaran direksi dan komisaris perusahaan. Sekedar informasi, Inalum adalah perusahaan aluminium smelter, hasil kerja sama Indonesia dengan NAA yang berdiri sejak 1975. Saat ini, pemerintah Indonesia menguasai sekitar 41,13 persen saham Inalum. Sebagian besar, yakni 58,87 persen saham dimiliki NAA. Sumber: kompas.com Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan