JAKARTA. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak mau disalahkan jika suatu saat terjadi hal yang tidak beres dengan penambahan penyertaan modal negara (PMN) bagi PT Hutama Karya (Persero). Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, mengatakan, pihaknya tidak bertanggung jawab karena dalam pengambilan keputusan terkait PMN tidak melalui persetujuan Komisi VI, dan langsung dibahas di rapat badan anggaran (banggar). "Ini kan (sudah) UU. Kalau pemerintah mau melaksanakan, karena itu perintah UU, kita (Komisi VI) juga tidak bisa ngerem. Tapi sikap Komisi VI, tidak mau disalahkan kalau terjadi hal-hal yang tidak beres karena proses decission ini tidak lewat Komisi VI," kata Aria kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin sore (9/9/2013). Kerena sudah disahkan menjadi UU APBN-P 2013, Aria mengatakan, pihaknya akan mengkaji secara hukum terlebih dahulu, apakah bisa dibahas kembali. Jika ternyata bisa dibahas kembali, Komisi VI akan membicarakan substansi pengajuan tambahan PMN bersama pihak terkait. Sebagai informasi, salah satu tambahan dalam PMN tersebut adalah alokasi anggaran sebesar Rp 2 triliun kepada PT Hutama Karya untuk pembangunan jalan tol trans Sumatera. Aria mengatakan pembicaraan substansi usulan akan menyoroti penggunaan keuangan tersebut. "Benar tidak Rp 2 triliun ini ada, diletakkan di mana. Yang penting tidak ada kongkalikong, tidak ada permainan, dan tidak ada proyek-proyekan," kata politisi PDI-Perjuangan itu. Aria mengatakan, soal korupsi tidak hanya menyangkut kerugian negara, tapi juga kesalahan prosedur pengambilan keputusan. "Ini yang kita takut. Ini yang membuat kita trauma atau paranoid terhadap pengambilan keputusan," lanjutnya. Ia mencontohkan, kasus Hambalang dan kasus Riau membuat anggota komisinya sangat hati-hati terhadap prosedur pengambilan keputusan. Salah langkah sedikit, akibatnya bisa fatal. "Yang Hambalang, waktu itu katanya ditunjuk tim 15. Tim 15 itu infonya belum dibawa ke komisi. Nah ini kita pun juga hati-hati. Nanti UU sudah diketok belum dibahas, kita udah bikin keputusan, terus kita sudah setujui, salah lagi prosedur. Deliknya korupsi lagi kan," pungkasnya. (Estu Suryowati/Kompas.com) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Komisi VI lepas tangan soal PMN ke Hutama Karya
JAKARTA. Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI tidak mau disalahkan jika suatu saat terjadi hal yang tidak beres dengan penambahan penyertaan modal negara (PMN) bagi PT Hutama Karya (Persero). Wakil Ketua Komisi VI, Aria Bima, mengatakan, pihaknya tidak bertanggung jawab karena dalam pengambilan keputusan terkait PMN tidak melalui persetujuan Komisi VI, dan langsung dibahas di rapat badan anggaran (banggar). "Ini kan (sudah) UU. Kalau pemerintah mau melaksanakan, karena itu perintah UU, kita (Komisi VI) juga tidak bisa ngerem. Tapi sikap Komisi VI, tidak mau disalahkan kalau terjadi hal-hal yang tidak beres karena proses decission ini tidak lewat Komisi VI," kata Aria kepada Kompas.com, di Jakarta, Senin sore (9/9/2013). Kerena sudah disahkan menjadi UU APBN-P 2013, Aria mengatakan, pihaknya akan mengkaji secara hukum terlebih dahulu, apakah bisa dibahas kembali. Jika ternyata bisa dibahas kembali, Komisi VI akan membicarakan substansi pengajuan tambahan PMN bersama pihak terkait. Sebagai informasi, salah satu tambahan dalam PMN tersebut adalah alokasi anggaran sebesar Rp 2 triliun kepada PT Hutama Karya untuk pembangunan jalan tol trans Sumatera. Aria mengatakan pembicaraan substansi usulan akan menyoroti penggunaan keuangan tersebut. "Benar tidak Rp 2 triliun ini ada, diletakkan di mana. Yang penting tidak ada kongkalikong, tidak ada permainan, dan tidak ada proyek-proyekan," kata politisi PDI-Perjuangan itu. Aria mengatakan, soal korupsi tidak hanya menyangkut kerugian negara, tapi juga kesalahan prosedur pengambilan keputusan. "Ini yang kita takut. Ini yang membuat kita trauma atau paranoid terhadap pengambilan keputusan," lanjutnya. Ia mencontohkan, kasus Hambalang dan kasus Riau membuat anggota komisinya sangat hati-hati terhadap prosedur pengambilan keputusan. Salah langkah sedikit, akibatnya bisa fatal. "Yang Hambalang, waktu itu katanya ditunjuk tim 15. Tim 15 itu infonya belum dibawa ke komisi. Nah ini kita pun juga hati-hati. Nanti UU sudah diketok belum dibahas, kita udah bikin keputusan, terus kita sudah setujui, salah lagi prosedur. Deliknya korupsi lagi kan," pungkasnya. (Estu Suryowati/Kompas.com) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News