BONTANG. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat akan menindaklanjuti indikasi praktik transfer pricing dalam kontrak karya tambang gas dengan perusahaan asing yang dinilai merugikan negara selama ini. Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengatakan, indikasi tersebut terungkap dalam pertemuan dengan sejumlah perusahaan tambang dan energi saat melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan di Kalimantan Timur. Pertemuan dengan sejumlah perusahaan swasta nasional dan kontrak karya asing di Bontang, Kalimantan Timur itu merupakan salah satu agenda dari kunjungan kerja komisi yang menangani masalah energi tersebut guna mendapatkan bahan masukan untuk revisi UU Migas. Sejumlah perusahaan swasta nasional dan asing yang ikut dalam pertemuan hingga tengah malam itu termasuk di antaranya PT Total EP Indonesia, PT Chevron Indonesia, Vico Indonesia, Medco Energi, dan Eni Indonesia. Effendi menilai, praktik transfer pricing tidak boleh dibiarkan karena akan membuat pihak Indonesia selalu dirugikan melalui rekayasa keuntungan perusahaan tersebut. Menurutnya, Komisi VII DPR akan mendalami dengan melakukan klarifikasi atas indikasi tersebut untuk dijadikan bahan masukan atas revisi Undang-undang Migas. "Kita akan masukkan berupa indikasi itu dalam menentukan pembagian keuntungan," ujar Effendi pada Rabu (7/11). Meski begitu, Effendi tidak menyebutkan perusahaan mana saja yang terindikasi melakukan praktik tersebut. Transfer pricing merujuk pada upaya rekayasa alokasi keuntungan antar beberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional. Secara keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan adalah laba setelah pajak dari grup. Selain itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga menyebutkan bahwa Komisi VII DPR akan mengevaluasi sistem production sharing antara pemerintah dengan perusahaan tambang asing yang selama ini tidak banyak menguntungkan Indonesia. Menurut Effendi, DPR lebih condong untuk mengganti penyertaan produk tersebut dengan pembayaran dalam bentuk uang tunai berupa dolar. "Production sharing harus dianalogikan dalam US dolar, bukan lagi produk. Kalau produk yang dihitung barelnya, sementara berapa harga ketika lifting terjadi dan berapa mereka menjual tidak tahu," ujar Effendi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Komisi VII akan tindak lanjut transfer pricing
BONTANG. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat akan menindaklanjuti indikasi praktik transfer pricing dalam kontrak karya tambang gas dengan perusahaan asing yang dinilai merugikan negara selama ini. Wakil Ketua Komisi VII DPR Effendi Simbolon mengatakan, indikasi tersebut terungkap dalam pertemuan dengan sejumlah perusahaan tambang dan energi saat melakukan pertemuan dengan pimpinan perusahaan di Kalimantan Timur. Pertemuan dengan sejumlah perusahaan swasta nasional dan kontrak karya asing di Bontang, Kalimantan Timur itu merupakan salah satu agenda dari kunjungan kerja komisi yang menangani masalah energi tersebut guna mendapatkan bahan masukan untuk revisi UU Migas. Sejumlah perusahaan swasta nasional dan asing yang ikut dalam pertemuan hingga tengah malam itu termasuk di antaranya PT Total EP Indonesia, PT Chevron Indonesia, Vico Indonesia, Medco Energi, dan Eni Indonesia. Effendi menilai, praktik transfer pricing tidak boleh dibiarkan karena akan membuat pihak Indonesia selalu dirugikan melalui rekayasa keuntungan perusahaan tersebut. Menurutnya, Komisi VII DPR akan mendalami dengan melakukan klarifikasi atas indikasi tersebut untuk dijadikan bahan masukan atas revisi Undang-undang Migas. "Kita akan masukkan berupa indikasi itu dalam menentukan pembagian keuntungan," ujar Effendi pada Rabu (7/11). Meski begitu, Effendi tidak menyebutkan perusahaan mana saja yang terindikasi melakukan praktik tersebut. Transfer pricing merujuk pada upaya rekayasa alokasi keuntungan antar beberapa perusahaan dalam satu grup perusahaan multinasional. Secara keseluruhan yang terpenting dari akhir kegiatan adalah laba setelah pajak dari grup. Selain itu, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini juga menyebutkan bahwa Komisi VII DPR akan mengevaluasi sistem production sharing antara pemerintah dengan perusahaan tambang asing yang selama ini tidak banyak menguntungkan Indonesia. Menurut Effendi, DPR lebih condong untuk mengganti penyertaan produk tersebut dengan pembayaran dalam bentuk uang tunai berupa dolar. "Production sharing harus dianalogikan dalam US dolar, bukan lagi produk. Kalau produk yang dihitung barelnya, sementara berapa harga ketika lifting terjadi dan berapa mereka menjual tidak tahu," ujar Effendi.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News