KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) kembali melakukan kunjungan kerja ke area smelter tembaga milik PT Amman Mineral Industri (AMIN). Kunjungan kerja pada hari Kamis (6/4) dilakukan dalam rangka menyaksikan langsung perkembangan proyek smelter, pasca dikeluarkannya hasil verifikasi kemajuan enam bulanan periode Agustus 2022 hingga Januari 2023 dari verifikator independen. Total pencapaian kemajuan pembangunan hingga Januari 2023 adalah sebesar 51,63%. Presiden Direktur AMIN, Rachmat Makkasau yang turut mendampingi kunjungan kerja tersebut menjelaskan perkembangan terkini pembangunan smelter hingga awal April 2023.
Rachmat memaparkan, kondisi di lapangan saat ini, pemasangan tiang pancang untuk bangunan utama telah rampung sepenuhnya. Proses
rebar dan
concrete sebagai dasar bangunan telah mulai dilakukan dan rencananya pendirian bangunan akan dimulai akhir April 2023.
Baca Juga: Pendapatan Transkon Jaya (TRJA) Tumbuh 20% di Tahun 2022 “Berbagai peralatan berat dan struktur dasar bangunan juga telah tiba di Indonesia pada akhir Februari 2023, dan diharapkan instalasi akan mulai dilakukan pada Mei 2023,” jelasnya dalam keterangan resmi, Jumat (7/4). Adapun pengadaan barang juga telah mencapai 60%. Rachmat menegaskan, perkembangan ini merupakan komitmen perusahaan dalam membangun dan mengoperasikan smelter tembaga. Rachmat sangat mengharapkan dukungan dari pemerintah terkait kebijakan ekspor konsentrat tembaga karena keberhasilan Perusahaan menyelesaikan pembangunan smelter sangat terkait dengan kemampuan penjaminan pendanaan dari aktivitas operasional tambang di grup perusahaan. Akibat kendala pandemi COVID-19 dan krisis energi di Eropa, yang merupakan
force majeure, jadwal konstruksi harus disesuaikan.
Commissioning smelter ditargetkan pada Juli 2024, sementara operasional smelter dengan kapasitas 60% ditargetkan pada Desember 2024. Ketua Tim Kunjungan Kerja Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno, mengapresiasi kemajuan pembangunan proyek smelter yang menunjukkan keseriusan perusahaan untuk mendukung hilirisasi industri pertambangan. “Sebagai badan legislatif, Komisi VII DPR RI melakukan fungsi pengawasan. Karenanya, dengan melihat langsung perkembangan proyek smelter AMIN, kami bisa mendapatkan data riil untuk berdiskusi lebih lanjut dengan pemerintah mengenai waktu penyelesaian konstruksi smelter dan juga pelarangan ekspor mineral,” ujarnya. Di satu sisi, amanat UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) harus dijunjung tinggi. Di sisi lain, lanjut Eddy, Komisi VII juga memahami bahwa pandemi Covid-19 menjadi tantangan besar bagi pembangunan smelter. Meski keputusan ada di tangan pemerintah, namun Komisi VII DPR RI dapat memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk bisa memberikan pertimbangan khusus atas dasar pandemi Covid-19.
Baca Juga: Tingkatkan Cadangan, Aneka Tambang (ANTM) Aktif Cari Tambang Emas Potensial Baru “Sejauh ini kami cukup terkesan dengan pengembangan yang sudah berjalan. Kami harapkan dalam beberapa bulan ke depan, ketika peralatan dan mesin datang, semakin signifikan lagi perubahan fisiknya,” jelas Eddy.
UU Minerba menyatakan bahwa semua perusahaan tambang diwajibkan untuk membangun pabrik smelter dalam negeri. Dalam UU tersebut, pemerintah menargetkan penyelesaian proyek smelter pada Juni 2023, sehingga penghentian ekspor mineral berlaku efektif sejak smelter beroperasi. Sementara itu, ekspor mineral untuk sebagian daerah merupakan sumber penerimaan utama. Amman Mineral menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mencapai 82% dan PDRB Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 17.3%. Saat ini lebih dari 11.500 karyawan bekerja di Site Batu Hijau untuk operasional pertambangan dan berbagai proyek pengembangan lainnya. Serapan tenaga kerja AMMAN dan mitra bisnis yang berasal dari warga lokal KSB & NTB juga mencapai hampir 75%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi