Komisi VII DPR RI Harapkan UU EBET Bisa Rampung Sebelum KTT G20



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto berharap dalam waktu dekat akan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET). Dia ingin UU EBET dapat segera rampung sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022. 

“Surat Presiden (Surpres) sudah keluar beberapa hari yang lalu tetapi minus Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) apa artinya? Hanya menunjuk kementerian lembaga yang membahas, padalah Surpres itu mestinya dengan DIM,” jelasnya dalam IPA Convention and Exhibition di JCC Senayan, Rabu (21/9).

Sugeng menyatakan, setelah surpres keluar Komisi VII  bersama dengan pemerintah akan membentuk Panja. Nantinya DIM dari pemerintah dan draf Komisi VII akan dipersandingkan, lalu dibahas dan jadilah UU EBET. 


Baca Juga: Segera Dibahas, Komisi VII DPR Sudah Terima Surpres RUU EBET

Komisi VII menargetkan sebelum KTT G20 Summit ke 17 pada November mendatang UU EBET sudah rampung. “Langkah hebatnya Indonesia jika G20 Summit dengan temanya transisi energi maka kita punya UU EBET,” terangnya. 

Namun Sugeng memberikan catatan, target yang dibidik Komisi VII tentu tergantung dari pemerintah. Dia menyayangkan sampai saat ini DIM belum juga keluar karena adanya tarik menarik. 

Didorongnya UU EBET karena menurut Sugeng transisi energi tidak bisa lagi terhindarkan. Dia menilai, jika batubara tidak disubsidi dengan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO), harga listrik dari fosil tentu mahal. DPO untuk batubara kalori 4.200-4.600 kcal/kg untuk konsumsi PLN itu harganya US$ 46 per ton sedangkan harga internasional sekitar US$ 240 per ton. 

Baca Juga: Meski Belum Cemerlang, Prospek Emiten EBT Masih Positif Jangka Panjang

“Artinya disubsidikan dengan kebijakan harga, beruntung memang batu bara komoditas yang bisa kita kendalikan di dalam negeri dengan kebijakan DMO 25%,” tegasnya. 

Maka sebetulnya, Sugeng menyatakan, energi fosil utamanya listrik dari batubara kalau tidak disubsidi dengan kebijakan DMO dan DPO harganya bisa lima kali lipat. Dia mengemukakan, mestinya listrik dari energi terbarukan seperti panas bumi dan surya jauh lebih murah dari energi fosil. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .