Komisi VII DPR RI Proyeksikan Revisi UU Migas Tuntas 2023



KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Komisi VII DPR RI memproyeksikan revisi Undang-Undang No 20 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bisa tuntas menjadi Undang-Undang  di tahun 2023. Hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum dan menarik minat investasi di industri hulu migas. 

Apalagi, DPR sudah memiliki naskah akademik untuk mengubah UU 20/2001 karena beberapa pasal dalam UU itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.

“Pada 2023 saya pastikan UU Migas tuntas. Undang-Undang Migas ini bakal menjadi inisiatif DPR untuk dapat mengakselerasi pembahasan muatan yang termaktub dalam peraturan payung hulu migas nasional,” ujar Sugeng Suparwoto, Ketua Komisi VII DPR, dalam acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) secara hibrid di Nusa Dua, Bali, kemarin. 


Baca Juga: Komisi VII DPR Targetkan Revisi UU Migas Rampung Tahun Depan

Pihaknya menilai, revisi UU Migas sangat lambat dibandingkan beberapa  UU lain. Salah satunya  Undang-Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang merupakan revisi atas UU No 4 Tahun 2009. 

Menurut dia, akselerasi UU baru migas harus segera dilakukan karena DPR dan Pemerintah juga tengah menyiapkan UU Energi Baru Terbarukan. “UU EBT ini sangat penting dalam energi transisi, sebelum kita nanti masuk ke  revisi UU Migas. Sampai saat ini DIM (daftar isian masalah) dari pemerintah belum keluar, salah satunya soal power wheeling,” jelas dia.

Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menambahkan, Kementerian ESDM akan mendorong agar RUU Migas dapat dibahas dan bisa disahkan pada tahun depan. Pasalnya, masalah kepastian berusaha menjadi hal yang paling ditunggu oleh investor.

“UU Migas menjadi landasan hukum yang memberi kepastian berusaha bagi investor. Ini yang sangat dinantikan oleh para investor. Beberapa usulan akan segera kami sampaikan ke parlemen dalam waktu dekat, agar bisa segera dibahas pada tahun depan,” tambah Tutuka. 

Baca Juga: Masuk Era Senjakala Industri Migas, Revisi UU Migas Didesak Segera Dilakukan

Menurutnya, hal substansial dalam RUU Migas berkaitan erat dengan perubahan iklim investasi menjadi lebih baik. Sebab, saat ini competitiveness Indonesia dibandingkan Thailand,  Malaysia, dan beberapa negara Afrika adalah yang terendah.

Salah satu yang perlu direvisi adalah soal perpajakan, khususnya pajak pertambahan nilai (PPn) dan pajak  penghasilan (PPH) yang prosesnya begitu panjang dan rumit. 

Tutuka menjelaskan, UU Migas harus segera dirampungkan karena Indonesia berkejaran dengan waktu. Dia mencontohkan Blok Natuna di Kepulauan Riau. Sudah 45 tahun ladang  migas itu mandeg karena sangat kompleks, berisiko tinggi, dan butuh investasi besar. 

“Kalau ini tidak diselesaikan sekarang, kita akan kehilangan peluang karena dalam 10-20 tahun nanti adalah masa bagi renewable energy,” serunya. 

Baca Juga: SKK Migas Beberkan Sudah Ada Pembeli Siaga Gas dari Blok Abadi Masela

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Dwi Soetjipto mengakui investasi adalah salah satu masalah. Pada 2022, perusahaan hulu migas cenderung menahan investasi mereka pada portofolio berisiko.

Berdasarkan catatan SKK Migas, hingga 31 Oktober 2022 realisasi investasi mencapai US$ 9,2 miliar, di bawah target sepanjang tahun ini sebesar US$13,2 miliar.  Namun, realisasi investasi di sektor hulu migas ini menjadi investasi terbesar secara rata-rata dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir sejak 2016.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .