Komisi VII prioritaskan revisi UU Migas



JAKARTA. Memasuki masa sidang kedua tahun 2011/2012, Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Sohibul Iman menegaskan, prioritas komisinya adalah merevisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) No. 22/2001. Revisi ini penting untuk segera dilakukan terkait kondisi sektor pengelolaan migas yang kian memburuk.“Misalnya masalah pajak dan birokrasi yang rumit, ketentuan Domestic Market Obligation (DMO), lifting minyak terus turun, realisasi investasi dan eksplorasi yang anjlok sejak 1999, tidak ditemukannya cadangan di Blok baru dalam 10 tahun terakhir kecuali Blok Cepu, produksi minyak bumi yang hanya mengandalkan lapangan-lapangan tua yang sudah matured, dan upaya efisiensi dengan teknologi EOR yang tidak memberikan dampak signifikan,” papar Sohibul (14/11).Anggota Komisi Energi ini mengingatkan bahwa dalam UU Migas No.22/2001 sebenarnya terdapat cita-cita menata ulang PT Pertamina menjadi perusahaan yang sekaligus bersifat sebagai regulator. Namun hasilnya, Pertamina hanya ditempatkan sebagai operator. Tugas sebagai regulator dan pemangku Kuasa Pertambangan diserahkan kepada institusi baru yaitu Badan Pelaksana Migas (BP Migas) yang berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN).Imbasnya, pemerintah seperti kehilangan kedaulatan negara atas kekayaan migas dalam negeri. “Ini perlu kita revisi, karena membuat posisi Pemerintah sejajar dengan perusahaan asing swasta, yang jelas-jelas bertentangan dengan konstitusi,” tandasnya.Setidaknya ada enam parameter agar UU Migas sejalan dengan sistem pengelolaan sumber daya alam yang efisien berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Politisi PKS ini menyebutkan enam parameter tersebut adalah penyederhanaan sistem, proses investasi yang tidak birokratik, formula penjualan Minyak dan Gas yang menguntungkan Negara, kejelasan status kepemilikan dan pembukuan atas cadangan migas di perut bumi, prinsip Lex Spesialis dalam kebijakan fiskal, serta pengelolaan BUMN Migas yang terintegrasi.“Apalagi dengan adanya tiga pasal dalam UU Migas No.22/2001 (pasal 22 ayat 1 tentang DMO, pasal 12 ayat 3 tentang Badan Usaha yang melakukan eksplorasi-eksploitasi, dan Pasal 28 ayat 2 & 3 tentang diserahkannya harga BBM dan Gas Bumi kepada mekanisme persaingan usaha) yang sudah dicabut Mahkamah Konstitusi, yang menyebabkan UU Migas tersebut sudah cacat secara hukum, maka revisi UU Migas perlu digesa sesegera mungkin,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie