KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi XI DPR RI menyoroti potensi dampak ekonomi yang ditimbulkan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 beserta aturan turunannya, termasuk Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Regulasi ini dinilai berisiko menekan kinerja sejumlah sektor usaha strategis sekaligus mengganggu stabilitas penerimaan negara jika tidak dirancang dengan kerangka kebijakan yang selaras. PP 28/2024 merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Regulasi tersebut mengatur secara luas agenda transformasi kesehatan nasional, mulai dari pengendalian zat adiktif seperti tembakau dan rokok elektronik, keamanan pangan, pemanfaatan tenaga kesehatan termasuk tenaga asing, hingga isu kesehatan ibu dan anak.
Baca Juga: Komisi XI DPR RI Apresiasi Rencana Pemerintah Perbaiki Sistem Coretax Namun, Komisi XI DPR RI yang membindangi keuangan negara, perencanaan pembangunan, moneter, serta sektor jasa keuangan menilai ruang lingkup pengaturan yang sangat luas itu berpotensi menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarkementerian. Kondisi ini dikhawatirkan menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha dan menekan aktivitas ekonomi. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menegaskan bahwa setiap kebijakan kementerian dan lembaga harus mampu menciptakan nilai tambah ekonomi, bukan sekadar membelanjakan anggaran negara. “Kalau kementerian dan lembaga hanya mengelola APBN tanpa kebijakan yang mendorong nilai tambah, pertumbuhan ekonomi tidak akan bergerak,” ujar Dolfie kepada wartawan, Selasa (16/12/2025). Ia mengingatkan bahwa sekitar 75 persen sektor ekonomi nasional berada di bawah kewenangan kementerian teknis. Karena itu, kebijakan yang diterbitkan seharusnya memperkuat sektor usaha yang ada, bukan justru membebani atau menghambatnya.
Baca Juga: Kemenkeu Tidak Naikkan Cukai Rokok di 2026, Begini Respons Komisi XI DPR “Kementerian harus berani membuat terobosan. Jangan sampai regulasi yang lahir justru saling bertabrakan dan mengganggu stabilitas ekonomi,” tegasnya. Dolfie juga menyoroti pentingnya keselarasan kebijakan lintas kementerian. Menurutnya, regulasi yang tidak didukung logical framework pemerintah berisiko menimbulkan ketidakpastian hukum dan melemahkan iklim investasi. Sorotan Komisi XI kian menguat seiring munculnya polemik terkait PP 28/2024 dan Rancangan Permenkes yang dinilai berpotensi berdampak langsung terhadap sektor-sektor padat karya dan kontributor penerimaan negara. Pemerintah pun diminta menyiapkan strategi alternatif untuk mengantisipasi potensi penurunan pendapatan negara, khususnya dari sektor cukai. “Regulasi yang tumpang tindih bukan hanya menekan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha,” kata Dolfie. Kekhawatiran serupa disampaikan Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhammad Misbakhun. Ia menyoroti besarnya kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) terhadap APBN yang selama ini mencapai sekitar Rp300 triliun per tahun. “Pertanyaannya, apakah pemerintah sudah menyiapkan strategi pengganti jika penerimaan dari cukai hasil tembakau terdampak signifikan?” ujar Misbakhun.
Baca Juga: Komisi XI DPR Menilai Suntikan Dana Rp 200 Triliun ke Bank Himbara Jadi Beban Ia menegaskan industri hasil tembakau selama ini memiliki peran penting dalam menopang ekonomi daerah, mulai dari petani, tenaga kerja, hingga sektor distribusi dan manufaktur. Oleh karena itu, kebijakan kesehatan dinilai tetap perlu mempertimbangkan dampak ekonomi secara menyeluruh. “Ini bukan sekadar soal regulasi, tetapi juga amanat konstitusi untuk melindungi perekonomian rakyat,” pungkas Misbakhun.
Sumber: https://www.tribunnews.com/bisnis/7767910/komisi-xi-dpr-ingatkan-pp-282024-rancangan-permenkes-bisa-tekan-ekonomi-dan-penerimaan-negara?page=all&s=paging_new. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News