JAKARTA. Komisi XI DPR meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar objektif dalam mengusut kasus pengadaan pesawat jenis MA-60 milik PT Merpati Nusantara Airline (MNA). "Kalau ada dugaan mark-up silakan selidiki, tapi jangan sampai ini jadi kerjaan untuk bela neolib (negara penganut neoliberal)," ungkap Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis, Jumat (27/5). Artinya, jelas Emir, penelusuran kasus itu jangan sampai dijadikan alat untuk mematikan industri penerbangan negara Asia. Dia mengingat kasus PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang akhirnya terpuruk lantaran adanya keinginan dunia barat agar negara berkembang tetap bergantung pada pasokan armada dari perusahaan asing seperti Airbus, Twin Otter, Boeing, dan Cessna. Selain itu, dia mengutarakan, agar tidak memberikan sentimen negatif terhadap perusahaan pesawat dari Asia yang dari segi teknologi memang masih jauh ketimbang produsen asal Amerika, Kanada, atau Eropa. "Biarkan kalau negara berkembang mau menggunakan produk dari produsen Asia, asal memenuhi prosedur layak terbang. Kami kira Kementerian Perhubungan juga sudah menyatakan layak terbang. Jadi jangan mempermasalahkan hal ini lantaran untuk membela neolib," tuturnya. Untuk pembentukan panitia khusus (pansus) yang sempat diusulkan para anggota Komisi XI, dia menilai, tidak akan sampai pada tahap itu. "Tidak akan pansus. Masih banyak tumpukan masalah perbankan yang perlu dibenahi. Biarkan soal dugaan mark-up itu ditangani kejaksaan," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Komisi XI minta Kejagung objektif usut MA-60
JAKARTA. Komisi XI DPR meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) agar objektif dalam mengusut kasus pengadaan pesawat jenis MA-60 milik PT Merpati Nusantara Airline (MNA). "Kalau ada dugaan mark-up silakan selidiki, tapi jangan sampai ini jadi kerjaan untuk bela neolib (negara penganut neoliberal)," ungkap Ketua Komisi XI DPR Emir Moeis, Jumat (27/5). Artinya, jelas Emir, penelusuran kasus itu jangan sampai dijadikan alat untuk mematikan industri penerbangan negara Asia. Dia mengingat kasus PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang akhirnya terpuruk lantaran adanya keinginan dunia barat agar negara berkembang tetap bergantung pada pasokan armada dari perusahaan asing seperti Airbus, Twin Otter, Boeing, dan Cessna. Selain itu, dia mengutarakan, agar tidak memberikan sentimen negatif terhadap perusahaan pesawat dari Asia yang dari segi teknologi memang masih jauh ketimbang produsen asal Amerika, Kanada, atau Eropa. "Biarkan kalau negara berkembang mau menggunakan produk dari produsen Asia, asal memenuhi prosedur layak terbang. Kami kira Kementerian Perhubungan juga sudah menyatakan layak terbang. Jadi jangan mempermasalahkan hal ini lantaran untuk membela neolib," tuturnya. Untuk pembentukan panitia khusus (pansus) yang sempat diusulkan para anggota Komisi XI, dia menilai, tidak akan sampai pada tahap itu. "Tidak akan pansus. Masih banyak tumpukan masalah perbankan yang perlu dibenahi. Biarkan soal dugaan mark-up itu ditangani kejaksaan," ucapnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News