JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengampunan Pajak atau yang dikenal dengan istilah RUU Tax Amnesty tak semulus yang diperkirakan sebelumnya. Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menunda pembahasan calon beleid ini hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Hampir seluruh fraksi yang ada di komisi XI DPR menilai pembahasan RUU Pengampunan Pajak harus menunggu pertemuan konsultasi antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan pimpinan DPR. Alasannya, pertemuan konsultasi antara presiden dengan pimpinan DPR merupakan hasil keputusan Badan Musyawarah (Bamus) pekan lalu yang tidak boleh diabaikan.
Sebab itu, Ketua Komisi XI Ahmadi Noor Supit memutuskan pembahasan akan dilakukan setelah ada keputusan dari pertemuan konsultasi antara pimpinan DPR dengan presiden. Jika tidak, maka pembahasan
tax amnesty dikhawatirkan menjadi tidak sah alias inkonstitusional. Setelah ada hasil pertemuan antara pimpinan DPR dan presiden terkait RUU Pengampunan Pajak, pembahasan calon beleid ini akan mulai dilakukan dengan menyusun Daftar Inventaris Masalah (DIM). "Lama atau tidaknya pembahasan akan tergantung pertemuan konsultasi," kata Ahmadi, Selasa (12/4). Sembari menunggu hasil pertemuan konsultasi antara pimpinan DPR dengan presiden, Komisi XI DPR akan melakukan pendalaman melalui rapat dengar pendapat dengan sejumlah ahli pajak, khususnya
tax amnesty. Sehingga, ketika pembahasan dilakukan semua fraksi siap memulai pembahasan. Ahmadi juga bilang, pembahasan RUU Tax Amnesty juga tergantung pada jumlah Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) di RUU ini. DIM itu merupakan pandangan fraksi atas isi draf RUU tax amnesty yang memuat 27 pasal itu. Proses pembahasan RUU Pengampunan Pajak yang masih menggantung seperti ini tentu berdampak pada kelanjutan rencana pemerintah untuk menerapkan kebijakan itu pada tahun ini. Apalagi, pemerintah sudah memperhitungkan potensi penerimaan yang bisa diraup dari kebijakan
tax amnesty dalam rencana revisi anggaran tahun ini. Maklum, sedianya pemerintah akan mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 setelah mendapat kepastian hukum tentang
tax amnesty. Jika menilik rencana pemerintah, perubahan anggaran sudah bisa diajukan Mei 2016. Itu artinya, kebijakan
tax amnesty sudah harus diputuskan paling lambat Mei 2016 juga. Jika tidak, pembahasan APBN-P bisa mengganggu siklus pengajuan anggaran, dalam hal ini pengajuan Rancangan APBN 2017. Dalam hitungan pemeritah, kebijakan tax amnesty yang akan diterapkan tahun ini bisa berkontribusi pada penerimaan pajak setidaknya Rp 60 triliun. Penerimaan pajak tersebut dengan asumsi tarif tebusan sebesar 2% dari harta yang tak dilaporkan. Perbaiki sistem pajak Selain meminta pembahasan menunggu pertemuan konsultasi, fraksi-fraksi juga mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan. Sebab, masalah target penerimaan pajak saat ini tidak hanya bisa dicapai dengan RUU tax amnesty.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku sudah berbicara dengan Presiden Joko Widodo terkait keputusan Bamus DPR. Bahkan, pemerintah akan segera menyiapkan waktu untuk menggelar pertemuan konsultasi yang diinginkan Komisi XI. Menurut Bambang, Presiden Joko Widodo berharap kebijakan tax amnesty segera berlaku. Tujuannya, agar aset pengusaha Indonesia yang ada di luar negeri bisa segera direpatriasi ke dalam negeri. Dengan begitu, likuiditas dalam negeri yang saat ini sangat terbatas akan terdongkrak. Likuiditas itu pula yang akan digunakan pemerintah untuk membiayai sejumlah proyek pemerintah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie