JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh mengatakan, dugaan suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar merupakan tindakan memalukan bagi dunia hukum Indonesia. Menurutnya, MK sebagai lembaga tinggi negara yang menegakkan konstitusi wajib berbenah diri, sehingga tidak ada lagi celah melakukan perbuatan tercela. "Salah satu faktornya adalah selama ini memang tidak ada bentuk pengawasan terhadap kinerja MK," kata Imam, Kamis (3/10). Imam mengatakan, pada awalnya KY memiliki kewenangan untuk mengawasi para hakim konstitusi. Namun kewenangan tersebut dihapuskan. Fungsi pengawasan KY terhadap hakim konstitusi dibatalkan MK pada 2006 lewat pengujian Undang-Undang Nomor 22/2004 tentang KY. Selain itu, MK juga menolak adanya perwakilan KY dalam majelis kehormatan hakim konstitusi, seperti tertuang dalam UU Nomor 8/2011 tentang perubahan UU Nomor 24/2003 tentang MK. “Dengan begitu, berarti MK berjalan tanpa ada pengawasan, etik, moral, dan perilaku para hakimnya,” imbuh Imam. Imam meminta, ke depan perlu ada pemikiran untuk mengembalikan wewenang KY untuk mengawasi para hakim konstitusi. “Sebab, saya tidak meyakini betul, jangan-jangan ini bukan kasus yang pertama, sebelumnya juga ada namun tidak terungkap,” katanya. Perpanjangan tangan partai politik Ia pun mengkritik komposisi hakim konstitusi yang diisi oleh orang-orang yang merupakan perpanjangan tangan partai politik (Parpol). Menurutnya selama ini rekrutmen hakim konstitusi dilakukan melalui tiga sumber yaitu DPR, Mahkamah Agung, dan usulan Presiden. Ia mengusulkan, ke depan usulan calon hakim konstitusi dari Presiden adalah orang yang benar-benar ahli hukum. Tujuannya, tak lain agar perwakilan Parpol di MK tidak terlalu banyak. Mantan Hakim MK, Maruar Siahaan menimpali, selama ini hanya masyarakat yang mengawasi langsung kinerja Hakim MK. Menurutnya, kalau ada penyimpangan etik, masyarakat bisa melaporkan ke Majelis Kehormatan. "Mungkin ada perbedaan paham dalam melihat hukum. Saya kira masyarakat memiliki wewenang untuk melapor. KY juga mendapat laporan dari masyarakat, baru melangkah," katanya. Maruar menambahkan, peran KY tidak lagi relevan di MK, apabila masyarakat bisa langsung mengawasi lewat transparansi dalam putusan-putusannya. Menurutnya, ke depan lembaga seperti KPK sangat efektif dalam mengawasi MK. "Saya kira semuanya juga bisa mengawasi, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan lainnya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Komisi Yudisial usul punya wewenang awasi Hakim MK
JAKARTA. Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY), Imam Anshori Saleh mengatakan, dugaan suap yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar merupakan tindakan memalukan bagi dunia hukum Indonesia. Menurutnya, MK sebagai lembaga tinggi negara yang menegakkan konstitusi wajib berbenah diri, sehingga tidak ada lagi celah melakukan perbuatan tercela. "Salah satu faktornya adalah selama ini memang tidak ada bentuk pengawasan terhadap kinerja MK," kata Imam, Kamis (3/10). Imam mengatakan, pada awalnya KY memiliki kewenangan untuk mengawasi para hakim konstitusi. Namun kewenangan tersebut dihapuskan. Fungsi pengawasan KY terhadap hakim konstitusi dibatalkan MK pada 2006 lewat pengujian Undang-Undang Nomor 22/2004 tentang KY. Selain itu, MK juga menolak adanya perwakilan KY dalam majelis kehormatan hakim konstitusi, seperti tertuang dalam UU Nomor 8/2011 tentang perubahan UU Nomor 24/2003 tentang MK. “Dengan begitu, berarti MK berjalan tanpa ada pengawasan, etik, moral, dan perilaku para hakimnya,” imbuh Imam. Imam meminta, ke depan perlu ada pemikiran untuk mengembalikan wewenang KY untuk mengawasi para hakim konstitusi. “Sebab, saya tidak meyakini betul, jangan-jangan ini bukan kasus yang pertama, sebelumnya juga ada namun tidak terungkap,” katanya. Perpanjangan tangan partai politik Ia pun mengkritik komposisi hakim konstitusi yang diisi oleh orang-orang yang merupakan perpanjangan tangan partai politik (Parpol). Menurutnya selama ini rekrutmen hakim konstitusi dilakukan melalui tiga sumber yaitu DPR, Mahkamah Agung, dan usulan Presiden. Ia mengusulkan, ke depan usulan calon hakim konstitusi dari Presiden adalah orang yang benar-benar ahli hukum. Tujuannya, tak lain agar perwakilan Parpol di MK tidak terlalu banyak. Mantan Hakim MK, Maruar Siahaan menimpali, selama ini hanya masyarakat yang mengawasi langsung kinerja Hakim MK. Menurutnya, kalau ada penyimpangan etik, masyarakat bisa melaporkan ke Majelis Kehormatan. "Mungkin ada perbedaan paham dalam melihat hukum. Saya kira masyarakat memiliki wewenang untuk melapor. KY juga mendapat laporan dari masyarakat, baru melangkah," katanya. Maruar menambahkan, peran KY tidak lagi relevan di MK, apabila masyarakat bisa langsung mengawasi lewat transparansi dalam putusan-putusannya. Menurutnya, ke depan lembaga seperti KPK sangat efektif dalam mengawasi MK. "Saya kira semuanya juga bisa mengawasi, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan lainnya," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News