KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten nikel terus menjalankan komitmen hilirisasi melalui pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian nikel (smelter). Beberapa diantaranya mulai memanfaatkan penggunaan energi terbarukan sebagai bahan bakarnya. PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) baru saja merampungkan kerjasama strategis dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk penyediaan pasokan listrik sebesar 150 Megavolt Ampere (MVA) untuk Smelter Feronikel ANTAM yang terletak di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Direktur Utama ANTAM Nico Kanter menjelaskan, pasokan listrik dari PLN ini akan memungkinkan ANTAM beralih dari penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil, sejalan dengan komitmen perusahaan untuk meningkatkan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan dan mendukung program dekarbonisasi nasional.
Menurutnya, kolaborasi dengan PLN tidak hanya meningkatkan efisiensi operasional, tetapi juga mendukung upaya Perusahaan dalam melakukan transformasi teknologi dan mengurangi emisi karbon. "Kerjasama ini merupakan langkah nyata dalam implementasi sinergi BUMN dalam mendukung hilirisasi dengan penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan. Kolaborasi ini manfaatnya tidak hanya dirasakan oleh kedua belah pihak, tetapi juga bagi upaya nasional menuju net zero emission pada tahun 2060," ujar Nico dikutip dari siaran pers, Senin (28/10). Smelter Feronikel ANTAM yang dikelola oleh Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Kolaka merupakan salah satu fasilitas kunci dalam rantai hilirisasi mineral. Melalui kerja sama ini, pabrik yang memiliki kapasitas produksi sebesar 27.000 ton nikel dalam feronikel (TNi) per tahun, diharapakan dapat beroperasi lebih optimal dan efisien guna memenuhi permintaan pasar yang sebagian besar ditujukan untuk ekspor. Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Antam, Syarif Faisal Alkadrie mengatakan, sejalan dengan komitmen pemerintah untuk memperkuat hilirisasi, ANTAM terus melakukan inovasi dan kerjasama dengan mitra strategis guna memperluas hilirisasi di seluruh komoditas utama, yaitu emas, nikel, dan bauksit. "Terkait dengan proyek FeNi Haltim, saat ini ANTAM sedang mengembangkan alternatif untuk melanjutkan proses commissioning Pabrik Feronikel Haltim di Maluku Utara guna memastikan stabilitas produksi sebelum operasi komersial," ujar Faisal. Sementara itu, untuk proyek pengembangan ekosistem baterai EV di Indonesia, ANTAM dan mitra strategis berkomitmen untuk mempercepat pencapaian milestone sesuai dengan target perusahaan di tahun 2024.
Baca Juga: Produksi Nikel Dari 4 Emiten Akan Melejit 2028, Emisi Karbon Membumbung Tinggi Di sisi lain, PT Merdeka Battery Materials Tbk (
MBMA) berencana memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di area konsesi tambang Nikel Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) dan Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP). Rencana pengembangan energi terbarukan lain ini dilakukan MBMA untuk meningkatkan sumber energi bersih di seluruh aktivitas hulu hingga hilir nikelnya. Pasalnya, saat ini MBMA baru memanfaatkan energi terbarukan sebesar 5% yang sebagian besar berasal dari biodiesel. General Manager Merdeka Copper Gold, Tom Malik menyatakan, secara group Merdeka akan mengurangi emisi karbon dan mendukung komitmen Pemerintah Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060. Group Merdeka juga telah menerbitkan komitmen nol bersih beserta Green House Gas Emissions Reduction Roadmap. Saat ini, MBMA sendiri sudah memanfaatkan energi terbarukan untuk aktivitas operasional tambang hingga smelter. Dari sisi hulu, tambang Nikel Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) sudah menggunakan biosolar B35 untuk seluruh operasi tambang. MBMA sedang menjalin kerja sama dengan anak perusahaan Provident untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dengan kapasitas 30 MWp di area konsesi SCM. Namun, Tom belum bisa membeberakan lebih rinci mengenai rencana ini. Ke depannya MBMA bersama dengan Grup Tsingshan akan mengembangkan Indonesia Konawe Industrial Park (IKIP) yang berlokasi dalam area konsesi Tambang SCM dengan luas area sekitar 3.500 hektar. “Untuk kebutuhan listrik IKIP, MBMA dan Tsingshan telah membentuk
join-venture untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dengan kapasitas 60 megawatt (MW),” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (24/10/2024). Proyek PLTA itu sedang dalam proses
pre-feasibility study dan studi teknis lainnya serta perizinan dengan pihak-pihak terkait. Kawasan Industri Konawe akan berfokus pada pengolahan hidrometalurgi nikel yang menggunakan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Fasilitas ini diharapkan dapat mengolah bijih limonit dari tambang SCM dengan kapasitas yang direncanakan masing-masing 120 ktpa Ni dalam bentuk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP). Tom menjelaskan lebih jauh, saat ini secara group PT Bumi Suksesindo, anak perusahaan MDKA yang mengoperasikan Tambang Emas Tujuh Bukit di Banyuwangi, Jawa Timur sudah memanfaatkan B35 untuk operasi peralatan tambang. Aktivitas di sana juga diklaim 100% menggunakan energi terbarukan melalui Sertifikat Energi Terbarukan (renewable energy certificate/REC) dari PT PLN. Namun saat ini tiga smelter Rotary Klin Electric Furnace (RKEF) MBMA dan pabrik Nickel Matte yang berada dikawasan industri Indonesia Morowali Industrial Park sumber listriknya masih berasal dari pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). “Kami sedang mengembangkan
roadmap pengurangan emisi untuk fasilitas kami di IMIP bekerja sama dan mendukung Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menyiapkan roadmap dekarbonisasi nikel Indonesia,” ujarnya.
Baca Juga: Menteri ESDM Tegaskan Tidak akan Relaksasi Ekspor Bijih Bauksit Sementara itu, Lukito Gozali, Kepala Hubungan Investor PT Trimegah Bangun Persada Tbk (
NCKL) mengatakan, kapasitas terpasang nikel perusahaan di akhir tahun 2024 adalah 240.000 ton kandungan nikel dalam MHP (120.000) dan Feronikel (120.000) per tahun. Angka ini meningkat dari kapasitas tahun 2023 yang mencapai 175.000 ton kandungan nikel dalam MHP (55.000) dan Feronikel (120.000) per tahun. “Angka ini dicapai melalui dua smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang telah beroperasi, yaitu Megah Surya Pertiwi (MSP) dengan kapasitas terpasang 25.000 ton kandungan nikel dalam feronikel per tahun, dan Halmahera Jaya Feronikel (HJF) dengan kapasitas terpasang 95.000 ton kandungan nikel dalam feronikel per tahun,” kata Lukito beberapa waktu lalu. “Sementara untuk produk MHP, kapasitas terpasang kami meningkat 118% dari tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh Obi Nickel Cobalt (ONC) yang telah beroperasi secara bertahap pada kuartal 2 tahun 2024, ONC memiliki kapasitas terpasang 65.000 ton kandungan nikel dalam MHP per tahun,” tambahnya. Lukito juga menegaskan bahwa ONC akan menjadi fasilitas pemurnian kedua berbasis High-Pressure Acid Leach (HPAL) milik Harita Nickel setelah Halmahera Persada Lygend (HPL) dengan kapasitas terpasang 55.000 ton kandungan nikel dalam MHP per tahun. Dirinya juga menambahkan perseroan optimis soal perkembangan nikel tahun ini sebab kebutuhan dunia terhadap baja nirkarat atau stainless steel dan pertumbuhan penjualan kendaraan listrik dunia menjadi dua aspek utama yang menentukan prospek nikel di tahun ini.
Menurutnya, untuk bijih nikel kadar tinggi (saprolit) dengan produk turunan berupa feronikel, kebutuhan akan stainless steel masih dibutuhkan banyak sektor seperti otomotif hingga peralatan rumah tangga. Sementara peluang bagi produk turunan bijih nikel kadar rendah (limonit) berupa MHP, nikel sulfat, dan kobalt sulfat sebagai produk bahan baterai kendaraan listrik tetap terbuka lebar seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap kendaraan listrik berbasis baterai yang ramah lingkungan. “Kami berharap bahwa di tahun 2024, pergerakan harga nikel tidak akan fluktuatif seperti di tahun 2023. Selain itu, dengan membaiknya kondisi ekonomi di tahun 2023, mampu mendorong pertumbuhan permintaan akan produk turunan nikel stainless steel dan baterai mobil listrik dan meningkatkan prospek industri nikel secara keseluruhan,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih