KONTAN.CO.ID - Sebagai perusahaan yang bergerak di industri energi, operasional PT Pertamina (Persero) memiliki banyak potensi risiko bahaya tinggi dalam pelaksanaan pekerjaan. Kegiatan eksplorasi, produksi, hingga distribusi minyak dan gas bumi dapat memunculkan risiko kecelakaan kerja seperti kebakaran, penyakit akibat pekerjaan, serta pencemaran lingkungan dan keamanan. Menyadari hal tersebut, penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) serta keselamatan proses menjadi salah satu prioritas utama Pertamina di seluruh lini bisnisnya. Komitmen ini menjadi bagian dari implementasi aspek
Environment, Social, and Governance (ESG) serta sejalan dengan Tujuan Pembangunan Keberlanjutan (
Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya tujuan poin 8, yakni Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. “Pertamina komitmen dalam penerapan standar tertinggi HSSE (
Health, Safety, Security and Environment) untuk menjaga kesehatan, keselamatan dan kenyamanan pekerja, serta rutin melatih respons keadaan darurat untuk mencegah potensi resiko kecelakaan sekecil apapun,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina
Fadjar Djoko Santoso.
Peningkatan kinerja K3 di seluruh lini bisnis bertujuan untuk mencapai target insiden nihil atau
zero incident. Sebagai bentuk komitmennya, Pertamina menerapkan sistem manajemen yang mengintegrasikan praktik-praktik HSSE terbaik yaitu SUPREME (
Sustainability Pertamina Expectations for HSSE Management Excellence). Sistem manajemen ini dilaksanakan secara terstruktur dan sistematis pada tingkat korporat, direktorat, unit operasi, dan anak perusahaan Pertamina. Selain untuk seluruh pegawai Pertamina, penerapannya juga berlaku pada semua pihak yang terlibat dalam kegiatan bisnis dan operasional Perseroan. SUPREME didasarkan pada pemenuhan peraturan perundang-undangan seperti Sistem Manajemen K3 (SMK3), Sistem Manajemen Pengamanan sesuai Peraturan Kapolri No.24/2007, dan PROPER Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Standar lain adalah standar sistem manajemen internasional (ISO) yang dievaluasi melalui mekanisme audit dan sertifikasi oleh lembaga independen. Secara berkala Pertamina melakukan audit atas penerapan SUPREME, mencakup setiap entitas anak dan unit operasi/unit bisnisnya. Pelibatan karyawan Dukungan seluruh jajaran karyawan Pertamina merupakan elemen penting dalam menumbuhkan budaya kerja yang mengedepankan kesehatan dan keselamatan. Oleh sebab itu, Perseroan selalu berupaya melibatkan semua karyawan mulai dari staf garda terdepan (
frontliner) hingga manajemen tertinggi di
holding dan
subholding. "HSSE Management System ini mendukung HSSE sebagai
way of life (gaya hidup), atau HSSE
beyond culture, dengan mengutamakan tindakan dan praktik untuk membiasakan hal yang benar, bukan membenarkan kebiasaan," ujar Fadjar. Untuk mendorong internalisasi HSSE sebagai
way of life baik dalam aktivitas kerja maupun kegiatan sehari-hari, Pertamina juga memberdayakan sejumlah karyawan yang berperan sebagai
Agent of Change (AoC) HSSE. Dalam program yang dimulai sejak Juni 2023 ini, para AoC dapat menyampaikan ide- ide seputar peningkatan kinerja HSSE kepada
holding. “Dari ide tersebut, mereka menyampaikan
deliverable-nya, program kerja serta
timeline-nya. Manajer HSSE lapangan berfungsi sebagai
coach para AoC agar pelaksanaannya tetap sesuai rambu-rambu dan filosofi
safety culture Pertamina,” tutur Fadjar. Selain melalui AoC, budaya HSSE turut digaungkan oleh para
HSSE Marshall. Program yang bergulir sejak Februari 2024 ini mengajak karyawan Pertamina, khususnya dari generasi Z dan Y, menjadi pemengaruh atau
influencer HSSE di perusahaan. Dengan program ini, diharapkan kesadaran para karyawan terhadap pengendalian risiko dapat meningkat lewat paparan informasi HSSE yang segar dan kreatif sehingga berdampak pada peningkatan kinerja HSSE. Para karyawan juga dapat meningkatkan wawasan maupun kompetensi pengendalian risiko HSSE di
HSSE Demo Room di seluruh area kerja Perseroan. Saat ini Pertamina memiliki sekitar 29 HSSE
Demo Room yang tersebar di setiap
subholding, unit operasi, dan anak perusahaan. Adapun selama tahun 2023, Perseroan telah melaksanakan pelatihan rutin K3 untuk meningkatkan kompetensi/sertifikasi K3. Peserta pelatihan meliputi pegawai Pertamina, pekerja kontraktor, mitra kerja maupun pemasok. Selama tahun 2023 ada 36 pelatihan K3 dengan jumlah jam pelatihan mencapai 125.410 jam, dan peserta 4.643 orang. Terus berbenah Pencegahan kecelakaan kerja juga dapat didorong dengan melakukan investigasi kasus kecelakaan yang terjadi di tempat kerja. Dari investigasi tersebut perusahaan dapat mengetahui penyebab dan akar masalahnya sehingga menjadi pembelajaran berharga, yang tak hanya bermanfaat bagi perusahaan terkait tapi juga bagi dunia usaha dan industri. Setelah proses investigasi, Pertamina melakukan perbaikan dengan menerapkan beberapa upaya pencegahan insiden. Di Pertamina, beberapa langkah-langkah pencegahan yang telah dihasilkan di antaranya memperkuat sistem perlindungan petir (
lightning protection system), memperkuat kontrol mencegah terjadinya aliran berlebih (
overflow), memperkuat kontrol mencegah terjadinya
high temperature hydrogen attack, dan memperkuat kontrol atas sulfidasi dan korosi di bawah isolasi. Untuk meningkatkan pengelolaan risiko dalam operasional termasuk aspek HSSE, sejak 15 Mei 2024 Pertamina juga telah menetapkan
Direktorat Manajemen Risiko di seluruh
subholding. Seluruh Direktorat Manajemen Risiko Subholding akan bersinergi di bawah koordinasi Direktorat Manajemen Risiko Holding sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat pengembangan bisnis Perseroan. “Direktorat Manajemen Risiko juga akan berperan aktif bersama HSSE Holding dan Subholding untuk memitigasi potensi risiko operasional dalam rangka mencapai HSSE yang unggul,” papar Fadjar. Peringkat ESG dunia Berdasarkan audit yang telah dilakukan Pertamina tahun 2023, seluruh unit bisnis Pertamina dinilai telah mengelola risiko HSSE secara efektif. Berdasarkan Sustainability Report Pertamina tahun 2023, Perseroan mencatat
Total Recordable Injury Rate (TRIR) sebesar 0,10. Sementara itu
Lost Time Injury Rate (LTIR) sebesar 0,02 dan
Fatal Accident Rate (FAR) sebesar 0,54. Dasar penghitungan mengacu kepada International Association of Oil & Gas Procedures, yakni per 1.000.000 jam kerja untuk LTIR dan TRIR, sedangkan untuk FAR per 100.000.000 jam kerja.
Peningkatan kinerja HSSE yang menjadi bagian implementasi ESG juga berdampak pada capaian gemilang kenaikan
peringkat risiko ESG Pertamina di tingkat global. Berdasarkan hasil pemeringkatan Lembaga ESG Rating Sustainalytics, per 1 Desember 2023 skor Pertamina menjadi 20,7 (
Medium Risk), naik dari sebelumnya 22,1 (
Medium Risk). Skor Sustainalytics yang lebih rendah mencerminkan tingkat risiko yang lebih baik. Skor yang diperoleh Pertamina pun berhasil mengantarkan BUMN energi ini ke peringkat satu dunia dalam sub-industri
Integrated Oil and Gas dan merupakan skor tertinggi dari 61 perusahaan dunia pada subsektor tersebut. Pada proses penilaian Sustainalytics, setidaknya terdapat 11 aspek yang menjadi fokus. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah salah satu aspek yang dinilai dalam pilar S atau
Social. “Peningkatan peringkat dalam pemeringkatan ESG secara global ini menjadi pendorong bagi Pertamina untuk terus memberikan dampak positif dan manfaat terbaik bagi masyarakat, lingkungan dan masa depan Indonesia dan komunitas global,” tambah Fadjar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Ridwal Prima Gozal