Komnas tembakau kecewa, pengendalian tembakau tak masuk program cawapres



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Nasional Pengendalian Tembakau menyayangkan minimnya komitmen calon wakil presiden (cawapres) dalam menyusun program kesehatan di Indonesia. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah debat cawapres yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tersebut tak menyebut satupun program pengendalian tembakau.

Prijo Sidipratomo, Ketua Komnas Pengendalian Tembakau menyatakan, tingginya konsumsi rokok yang terjadi saat ini, menjadi salah satu dasar atas berbagai permasalahan kesehatan dan non-kesehatan di Indonesia.

“Melihat tren kondisi kesehatan, ekonomi, dan sosial budaya di Indonesia maka sudah sewajarnya calon pemimpin negara ini menjadikan pengendalian tembakau sebagai prioritas utama,” kata Prijo dalam pernyataan tertulis, Senin (18/3).


Jika dicermati, memang tak ada satupun cawapres yang menyebutkan program pengendalian tembakau atau rokok di Indonesia. Padahal, Prijo bilang, merokok membuat Indonesia terkungkung oleh tingginya angka penyakit tidak menular, biaya kesehatan yang tinggi, penurunan kualitas pembangunan serta meningkatkan kemiskinan.

Prijo curiga, kedua pasangan capres dan cawapres tidak berani memunculkan pengendalian tembakau dalam visi-misi kesehatan mereka. “Mengapa tidak ada satu pun cawapres yang berani memunculkan program terobosan reformasi kesehatan dalam kebijakan pengendalian tembakau?” tanya Prijo.

Kedua cawapres yang melakukan debat, hanya berkutat di hilir masalah, termasuk soal sistem jaminan kesehatan. Tapi tak menyinggung akar masalah, yakni tingginya konsumsi rokok di Indonesia.

Selain itu, tidak ada satu pun cawapres yang mengutip Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang memperlihatkan kenaikan penyakit tidak menular dan juga naiknya angka perokok anak.

Menurut Projo, mustahil Indonesia bisa menjadi negara ke-5 terkaya di dunia di 2045 dan bahkan mampu menghadapi #10YearsChallenge jika pemimpin di masa itu adalah perokok saat ini.

“Siapapun presidennya nanti harus bisa melihat bahaya laten rokok dan industrinya, harus berani keras membatasi peredaran dan pemasaran rokok yang mengandung zat adiktif nikotin layaknya zat atau barang NAPZA (narkotika, prikotropika, dan zat adiktif) lainnya,” tegas Prijo.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli