Komoditas energi bakal rebound di akhir 2020, kecuali gas alam



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas energi yang melemah di awal 2020 diyakini bakal rebound di akhir 2020. Hal tersebut didukung harapan membaiknya kondisi ekonomi global dan meredanya dampak pandemi Covid-19. 

"Secara umum, komoditas memburuk di awal tahun lantaran dampak terkait Covid-19," kata Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono kepada Kontan.co.id, Senin (6/7). 

Prediksinya jelang akhir semester II-2020, harga komoditas umumnya akan rebound, termasuk komoditas energi. Adapun komoditas yang diyakini akan mengalami rebound cukup baik adalah minyak dan batubara, bahkan untuk minyak berpotensi naik cukup signifikan. Sedangkan untuk prospek harga gas alam diprediksi masih akan berada dalam area negatif. 


Baca Juga: Harga minyak mentah bervariasi, Brent menguat 0,3% dan WTI turun 0,7% di hari ini

Wahyu menjelaskan, harga minyak bergerak cukup baik di tahun lalu, dimana harga bertahan di atas US$ 50 per barel atau jauh di atas level rendahnya yakni US$ 20 per barel. Di sisi lain, harga gas alam justru anjlok atau setidaknya terkonsolidasi di level terendah atau dekat dari US$ 2 per mmbtu. 

"Bahkan faktor musiman seperti musim salju juga belum cukup kuat untuk mendorong atau mempengaruhi harga natural gas. Bahkan saat awal tahun harga minyak sempat melonjak oleh isu Iran, harga gas alam tetap tidak bisa menguat," jelasnya. 

Apalagi, masalah supply juga sudah mempengaruhi tren harga komoditas lebih awal, sebelum muncul isu virus corona yang akhirnya menekan harga energi dan komoditas secara umum. Sebelumnya, EIA sempat merilis pernyataan bahwa musim dingin tahun lalu dan tahun ini tidak sedingin semestinya. 

Alhasil, sebelum isu Covid-19 melebar, harga gas alam sudah berada di area rendah, mengingat dari sisi fundamental sulit untuk mendukung harga. Ditambah lagi di 2020 produksi gas alam meningkat dan menjadi ancaman tambahan karena pasokan yang berlebih. 

"Tanpa isu virus, gas alam merupakan salah satu komoditas terburuk tahun lalu, dan kejatuhan dimulai tahun ini, pasca meredanya isu Iran terkait basic fundamental dengan lemahnya outlook deman dan musim dingin yang tak sesuai harapan," ungkapnya.

Editor: Herlina Kartika Dewi