KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan saham emiten konstruksi pelat merah kompak memerah pada perdagangan Selasa (2/5). Harga saham Waskita Karya (WSKT) ambles paling dalam hingga menyentuh level
auto rejection bawah, anjlok 6,96% ke harga Rp 214. PT Adhi Karya Tbk (
ADHI) menyusul dengan penurunan 5,05% menuju harga Rp 414. Tak ketinggalan, saham PT Wijaya Karya Tbk (
WIKA) mengalami penurunan 3,31% menjadi Rp 585. Begitu juga dengan PT PP Tbk (
PTPP) yang melemah 3,08% ke level harga Rp 630.Seiring sejalan dengan sang induk, harga saham anak usaha BUMN Karya pun kompak melemah dengan penurunan yang bervariasi pada hari ini.
Kasus hukum yang menjerat Direktur Utama WSKT, Destiawan Soewardjono, turut menjadi pemberat saham BUMN Karya. Seperti diketahui, Destiawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung RI atas dugaan kasus korupsi terkait penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank.
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Catat Rugi Rp 374 Miliar pada Kuartal I-2023 Pengamat Pasar Modal Teguh Hidayat melihat serangkaian persoalan hukum yang menimpa WSKT mulai dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) hingga kasus korupsi menjadi sentimen negatif yang signifikan bagi BUMN Karya. Apalagi di tengah utang yang masih menggunung dan capaian kinerja yang tidak istimewa. "Mungkin ada perbaikan, dari sisi PKPU ada titik terang. Tapi itu hanya sebatas mencegah perusahaan untuk bangkrut, bukan sekonyong-konyong kinerja bagus lagi. Ada kasus lagi, tambah sentimen negatif," kata Teguh kepada Kontan.co.id, Selasa (2/5). Secara kinerja, per kuartal I-2023, pendapatan usaha WSKT turun tipis 0,36% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 2,73 triliun. Dari sisi
bottom line, ada perbaikan dengan memangkas kerugian. Tapi, WSKT masih menanggung rugi bersih dengan nilai jumbo, sebesar Rp 374,93 miliar. Teguh mengamati, pergerakan saham WSKT dan BUMN Karya lainnya masih belum terdorong oleh perbaikan kinerja bisnis dan fundamental perusahaan. Melainkan lebih disetir oleh sentimen pasar serta momentum sesaat, seperti katalis dari berita proyek Ibu Kota Negara (IKN). "Sentimen IKN masih sekadar cerita yang datang dan pergi. Yang nyata itu kan kinerja perusahaan, masalah utang dan kasus hukumnya. (Pergerakan saham) juga mengikuti IHSG, bukan karena perubahan fundamental atau prospek," imbuh Teguh.
Baca Juga: Dirut Jadi Tersangka Korupsi, Waskita: Tidak Berdampak Signifikan ke Perseroan CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menimpali, prospek BUMN Karya masih dominan bersumber dari proyek-proyek pemerintah. Sehingga pertumbuhan kinerja maupun kondisi
cash flow perusahaan akan tergantung dari realisasi anggaran infrastruktur. Apalagi untuk proyek jumbo seperti IKN, kesiapan anggaran menjadi faktor krusial. "Emiten konstruksi tantangannya ada di
cash flow. Kontrak didapat, tapi itu butuh realisasi (anggaran) agar
cash flow terisi, emiten bisa bergerak," kata Praska. Analis RHB Sekuritas Indonesia, Muhammad Wafi menyoroti kasus hukum yang menjerat pimpinan WSKT menjadi momok bagi investor. Selain persoalan hukum, Wafi mencatat ada sejumlah pekerjaan rumah bagi BUMN Karya. Mulai dari penyehatan fundamental keuangan hingga kelanjutan konsolidasi atau pembentukan holding yang diproyeksikan bisa membawa katalis positif bagi BUMN Karya. Wafi pun menyarankan pelaku pasar untuk wait and see saham BUMN Karya, apalagi di tengah tahun politik seperti saat ini. "Emiten karya ini masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibereskan. Finansial, ada kasus hukum, rencana holdingisasi, dan tahun Pemilu. Jadi lebih baik tunggu semua itu selesai," ujar Wafi.
Teguh juga menyarankan untuk
wait and see terlebih dulu. Menurutnya, kondisi BUMN Karya selain WSKT memang masih terbilang normal. Hanya saja, dalam beberapa waktu ke depan sentimen negatif WSKT masih akan jadi pemberat bagi saham BUMN Karya. Dalam skenario terburuk, tak menutup kemungkinan harga saham WSKT bisa terjun ke level gocap atau Rp 50 per lembar.
"Proses hukum kayak gini biasa panjang. Selama itu belum beres, kinerja perusahaan gimana? normalnya (WSKT) akan lanjut turun, malah mungkin bisa saja dia ke gocap," terang Teguh. Sementara itu, Praska memberikan catatan bahwa saham infrastruktur bukan sebagai pilihan jangka pendek. Dus, saham BUMN Karya lebih cocok untuk jangka panjang. Menimbang pembangunan yang terus bergulir, terutama dengan adanya proyek IKN. Melihat sentimen saat ini dan capaian kinerja pada tahun 2022, Praska menilai saham ADHI dan PTPP masih menarik dikoleksi. Di samping valuasi yang terbilang murah, ADHI dan PTPP mampu mencetak laba yang positif. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari