JAKARTa. Di masa mendatang, level kompetisi di bisnis bank devisa tak lagi setara. Bank devisa bermodal kuat akan memperoleh insentif berupa kewenangan menjalankan fungsi
trustee atau wali amanat untuk mengelola dana milik eksportir. Perbedaan perlakuan ini tersirat dalam pernyataan Gubernur Bank Indonesia (BI), Darmin Nasution, Senin malam (22/10). Ia menegaskan tidak semua bank devisa yang selama ini melayani dan menghimpun dana hasil ekspor, akan menjalankan fungsi trustee. Namun, ia menolak mengungkapkan lebih detail syarat maupun ketentuannya. Direktur Eksekutif Moneter BI, Perry Warjiyo juga mengutarakan sinyal yang sama, Selasa (23/10). "Yang baru bisa saya katakan, ketentuan modal untuk
trustee mungkin agak berbeda dengan pengelompokkan bank berdasarkan modal," katanya.
Sebelumnya sumber KONTAN menyebutkan, hanya bank dengan modal di atas Rp 30 triliun atau berada di kelompok 1, yang boleh menjalankan
trustee. Nah, jika merunut ke laporan keuangan Juni 2012, ada empat bank yang memenuhi kriteria tersebut. Yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank BNI dan Bank Central Asia (BCA). "Saya tidak mau menjawab pertanyaan seperti itu, pokoknya tunggu saja aturan mainnya," kata Perry ketika dikonfirmasi hal tersebut. Ia menjelaskan, bank devisa yang tidak menyandang status
trustee tetap boleh melayani eksportir, membiayai perdagangan dan menghimpun dana hasil ekspor. Namun, mereka tidak bisa bertindak sebagai wakil eksportir untuk pengelolaan atau penempatan dana. "Kami tidak bermaksud diskriminatif. Kami hanya memperhitungkan kemampuan permodalan bank dan kemampuan menyerap risiko kerugian dari bisnis ini," terang Perry. Bank yang mendapatkan izin
trustee ini tidak hanya menjadi tempat masuknya devisa hasil ekspor (DHE), tapi juga menjadi agen pembayaran dan investasi dengan persetujuan dari nasabah. "Bisa juga menjadi perantara untuk memasukkan dana nasabah ke perusahaan yang diinginkan. Jadi, bukan dengan menyandang status
trustee, bank menjalankan jasa
investment banking," katanya. Di kegiatan investasi, BI menegaskan produk yang sebelumnya dilarang akan tetap dilarang. "Sesuai dengan aturan, bank memang tidak boleh melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif. Jadi tidak boleh investasi di produk yang tidak ada aset dasarnya (derivatif)," jelas Perry. BI akan merilis aturan
trustee pada November mendatang. Beleid ini lanjutan dari kebijakan devisa hasil ekspor yang terbit 2011. Ide pengaturan muncul dari audiensi BI dengan eksportir migas. Pengusaha sektor ini mengaku memilih menempatkan valas di luar negeri karena bank disana menyediakan layanan
trustee. BI berharap, kebijakan ini membuat eksportir mengendapkan valas mereka lebih lama di dalam negeri, bukan sekadar numpang lewat. Selain itu, untuk pendalaman pasar. Rudy Tandjung,
Head Transaction Banking Bank Permata, mengatakan BI perlu memperjelas kriteria bank
trustee. Apakah hanya memperhitungkan modal inti atau mengukur aspek lain. Ia berharap BI tak sekadar memperhitungkan modal. "Dampaknya bisa kita ukur setelah aturan itu keluar," katanya.
Hal penting lain adalah soal kewenangan bank devisa yang belum menyandang
trustee. "Selama tetap bebas, bank masih menghasilkan
fee," katanya. Menurut Rudy, fungsi
trustee memang bisa menambah daya tarik bank di mata eksportir. Namun, bukan segalanya. Bank bisa berkompetisi dari sisi
trade services dan
trade financing. Ini mencakup kemudahan transaksi, hingga komisi. "Kita lihat dulu
background eksportinya. Ada yang kebutuhan valasnya tinggi sehingga tidak terlalu membutuhkan layanan
trustee," katanya. Catatan saja, ada lebih dari 20 bank berstatus swasta devisa nasional. Bank-bank asing dan campuran juga bisa melayani
trade finance dan sejenisnya. Selain empat bank besar, segmen ini juga dihuni oleh bank-bank sekelas CIMB Niaga, Danamon, Permata, Bank Internasional Indonesia, Panin Bank, Bank Mega dan seterusnya (
lihat tabel). n Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: