Kompetisi ketat, bisnis fesyen butuh ciri khas (1)



JAKARTA. Bisnis fesyen di Indonesia kian meriah. Buktinya, makin banyak muncul pemain baru yang membawa ciri khas masing-masing. Maklum, ciri khas menjadi salah satu kekuatan mereka dalam bersaing.

Menurut Titin Agustina, produsen baju dengan merek  Kenangan Manis, bila terjun ke bisnis ini tanpa memberikan nilai tambah pada produk, pebisnis akan menemui kesulitan saat bersaing dengan pemain lainnya. Apalagi, pasar fesyen Indonesia juga diramaikan oleh produk impor, seperti dari China, India dan Thailand yang harganya lebih miring. "Bisnis ini mudah ditiru, sehingga bila desainnya bagus tapi bahan biasa saja, harga justru cenderung jatuh di pasar," jelas Titin.

Oleh karena itu,  perempuan asal Bandung ini menggunakan sarung Majalaya sebagai bahan bakunya. Detil sarung yang apik dan corak tradisional yang khas membuat baju buatannya tampak unik. Sentuhan modern pun terlihat dari rancangan bajunya.


Titin memesan secara khusus sarung yang menjadi bahan baku Kenangan Manis. Alhasil, dia bisa menentukan disain atau corak sendiri, supaya berbeda dengan lainnya. Dalam sekali belanja, Titin membeli hingga delapan kodi sarung. 

Sedangkan, untuk urusan disain baju, dia berkerjasama dengan rekannya. Menyasar konsumen darikalangan menengah atas, Titin membanderol produknya mulai Rp 250.000 sampai dengan Rp 800.000 per potong.

Setiap bulan, Titin bisa menjual puluhan hingga ratusan potong pakaian. Sayang, dia enggan menyebutkan omzet berikut keuntungan bisnis bajunya. Sekedar informasi, Kenangan Manis mulai dibesut pada April tahun lalu. Sampai sekarang, Titin sudah meluncurkan dua koleksinya, yakni Majalaya I dan Majalaya II.

Pemain lainnya adalah Andena Hirma Putri pemilik Andena Batik. Ia mengaku menggeluti bisnis ini lantaran potensi bisnis batik terus meningkat. "Sayangnya,  masih banyak masyarakat yang belum mengerti bahwa kain batik itu bukan sekadar motif, tapi juga pemrosesan didalamnya," jelas dia.

Seperti Titin, Andena juga merasakan persaingan bisnis fesyen terasa ketat. Oleh karena itu, ia menciptakan perbedaan dari warna yang cukup mencolok. Sekadar info, bisnis pakaian ini sudah digeluti sejak tahun 2010 lalu.

Andena Batik menyasar kaum urban sebagai pasarnya. Dengan mengusung desain yang modern, dia memposisikan produknya mengisi pasar di rentang usia 25 sampai 40 tahun.

Banderol harganya pun cukup ramah untuk kantong, yakni mulai Rp 70.000 sampai Rp 2 juta per potong. Dalam sebulan dia dapat memproduksi 500  hingga 1000 potong pakaian.

Bahan bakunya sendiri diambil dari lingkungan keluarga yang banyak menjadi perajin batik.  Dalam sebulan, Andena memotong 1.000 meter sampai 3.000 meter kain batik.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri