JAKARTA. Di era digital, cukup banyak kepala negara dan kepala pemerintahan di sejumlah negara memanfaatkan media sosial sebagai salah satu alat komunikasi. Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, misalnya, memanfaatkan Facebook, Twitter, dan Youtube sebagai salah satu cara untuk menyampaikan pendapat tentang isu-isu terkini. Sebelum media sosial populer, para pemimpin negara lebih sering memanfaatkan televisi dan radio. Namun, kini media sosial menyediakan semuanya, tidak hanya dalam bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk foto dan video. Ini lompatan jauh dunia komunikasi sesuai zamannya. Presiden Yudhoyono sedang berada di luar negeri ketika Undang-Undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) disahkan DPR melalui voting. Menanggapi banyaknya kritik rakyat pengguna media sosial yang membuat hashtag #ShameOnYouSBY dan #ShamedByYou di Twitter, Yudhoyono kemudian menjelaskan melalui Youtube tentang sikapnya terhadap UU Pilkada.
Dalam video selama 15 menit 24 detik yang diunggah ketika masih dalam perjalanan ke luar negeri, Presiden Yudhoyono menegaskan sikapnya untuk memastikan hak pilih rakyat tidak dihilangkan dengan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Sikap serupa ia sampaikan melalui Facebook dan Twitter. Pelanggan video Yudhoyono di Youtube sampai awal Oktober 2014 tercatat 8.267. Komentar Yudhoyono di video ini dikutip oleh media-media mainstream, termasuk media online. Yudhoyono juga memiliki akun resmi Twitter dengan jumlah pengikut (follower) sebanyak 5,62 juta. Fan page Presiden Yudhoyono yang dikelola staf khusus presiden di-"like" 3.657.118. Jika SBY sendiri yang mem-posting pendapat-pendapatnya, di belakangnya tertera *SBY*. Yudhoyono sebenarnya belum lama membuat akun-akun media sosial tersebut. Namun, popularitas media sosial di Indonesia yang sangat tinggi tampaknya membuat Yudhoyono harus berkomunikasi dengan rakyatnya yang sebagian besar pengguna media sosial. Yang menarik, ketika ribuan orang mem-bully Yudhoyono di Twitter terkait UU Pilkada, Presiden tidak menunjukkan reaksi negatif. Bahkan, terkesan dia menerima hal itu sebagai konsekuensi atas aktifnya dia sebagai pengguna media sosial. Selain mengemukakan pendapat merupakan bagian dari proses demokrasi, SBY tampaknya juga memahami sifat media sosial yang spontan dan langsung. Obama dan lain-lain Tidak hanya Presiden Yudhoyono yang memiliki akun-akun media sosial. Presiden Amerika Serikat Barack Obama sudah memilikinya sejak awal, bahkan ketika media-media sosial yang diciptakan orang-orang Amerika Serikat itu baru mulai dirilis kali pertama. Pelanggan Youtube Barack Obama sampai awal Oktober ini tercatat 536.361, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Youtube Yudhoyono. Pengikut akun Twitter Barack Obama tercatat 47,7 juta dan jumlah yang me-like fan page Obama tercatat 42.940.006. Obama memanfaatkan betul media sosial untuk alat komunikasi dengan rakyat Amerika Serikat. Jumlah yang me-like satu posting Obama bisa mencapai ratusan ribu orang. Topiknya macam-macam, dari isu lapangan kerja, kenaikan upah, kesehatan, pendidikan, sampai masalah perubahan iklim. Obama juga memberi ruang bagi rakyatnya untuk berkomentar. Pedas atau manis, itulah esensi demokrasi. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga memiliki fan page Facebook yang selalu diperbarui setiap hari. Jumlah yang me-like fan page-nya sampai hari ini tercatat 427.787. Lee juga memiliki akun Twitter dengan jumlah pengikut 96.200. Berbeda dengan fan page Yudhoyono dan Obama, fan page Facebook dan akun Twitter Lee Hsien Loong pada umumnya memuat foto-foto acara seremonial yang dilakukan PM Singapura tersebut serta ucapan selamat kepada warga Singapura yang meraih prestasi. Perdana Menteri Malaysia Mohd Najib Tun Razak memiliki akun Twitter @NajibRazak dengan 2,17 juta pengikut. Tidak hanya berkomunikasi dengan warga negaranya, Najib Razak juga sering menyampaikan dukungan atau berterima kasih kepada negara tetangga melalui Twitter. ”Terima kasih kepada Indonesia atas sokongan terhadap pimpinan Malaysia sebagai Pengerusi ASEAN 2015 sebagaimana diutara Menlu Marty Natalegawa,” tulis Najib Razak pada 30 September lalu. Sebagian ditulisnya dalam bahasa Melayu, sebagian lagi dalam bahasa Inggris. Perdana Menteri Inggris David Cameron yang memiliki akun Twitter @David_Cameron dengan 812.000 pengikut juga sering memberi komentar tentang berbagai isu terkini. Komentar terbarunya tentang pembunuhan brutal atas warga negara Inggris Alan Henning oleh NIIS dan ucapan selamat Idul Adha kepada kaum Muslim di Inggris. Lebih efektif dan efisien Komunikasi melalui media sosial diakui lebih efektif dan efisien karena menjangkau lebih banyak orang dan isinya dibaca. Pejabat publik di Indonesia yang betul-betul memanfaatkan media sosial adalah Ridwan Kamil. Wali Kota Bandung ini mem-posting sendiri pendapat-pendapatnya di media sosial. ”Bila saya terlihat aktif ngetwit, biasanya saya dalam perjalanan ke suatu tempat. Bila sampai dua-tiga jam, artinya saya dalam perjalanan ke Jakarta,” kata Ridwan Kamil. Belum banyak pejabat publik di Indonesia memanfaatkan media sosial seperti Ridwan. Presiden terpilih Joko Widodo memiliki akun Twitter dan fan page Facebook yang dibuat ketika mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI Jakarta. Sampai hari ini, jumlah pengikut @jokowi_do2 tercatat 2,36 juta, sementara jumlah yang me-like fan page Joko Widodo tercatat 1.359.372. Jumlah ini diprediksi terus bertambah setelah Joko Widodo resmi menjabat Presiden Republik Indonesia. Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla juga memiliki akun Twitter @Pak_JK (dengan 1,14 juta pengikut) dan fan page Facebook (1.743.271 yang me-like).
Perubahan yang terjadi di era digital ini seiring dengan pesatnya penetrasi internet di dunia. Jika pada akhir 2000 pengguna internet di dunia 360,9 juta, pada akhir 2013 jumlahnya sudah 2,8 miliar atau 39 persen dari jumlah penduduk dunia 7,4 miliar. Menurut data Internet World Stats, jumlah terbanyak pengguna internet 2014 berada di Asia (1,26 miliar) disusul Eropa (566,2 juta), Amerika Latin dan Karibia (302 juta), Amerika utara (300,2 juta), Afrika (240,1 juta), Timur Tengah (103,8 juta), dan Australia-Oseania (24,8 juta). Media sosial tidak hanya menumbuhkan peluang bisnis baru, tetapi juga mengubah cara berkomunikasi pemimpin negara. Jika dimanfaatkan secara maksimal, media sosial mampu menjadi alat yang ampuh, efektif, dan efisien untuk berkomunikasi dengan rakyat.(Robert Adhi KSP) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa