Kondisi Ekonomi Buruk, Perppu JPSK Meluncur



JAKARTA. Pemerintah masih menggodok Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK). Sembari menunggu pengesahan UU itu, pemerintah menyiapkan skenario lain demi menghadapi badai krisis ekonomi yang bisa datang sewaktu-waktu, berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) JPSK.

Kementerian Keuangan akan mengajukan rancangan perppu itu ke presiden. "Kalau sampai hal terburuk yang terjadi, kami akan ajukan draft perppu," tegas Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo usai rapat antara pemerintah dan Bank Indonesia membahas JPSK di kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, kemarin (21/6).

Agus menjelaskan, pengajuan Perppu JPSK bukan sesuatu yang mustahil. "Kami sudah memiliki perencanaannya, masalah diterima atau tidak itu kan proses lebih lanjut," ujar dia.


Saat ini, pemerintah hanya memiliki protokol krisis berupa nota kesepahaman atawa memoradum of understanding (MoU) antara Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Menteri Keuangan. Protokol tersebut berisi cara-cara pengendalian krisis. "Termasuk early warning signal-nya, karena kami juga mengawasi pasar modal, perbankan, asuransi, multifinance, serta utang luar negeri," terang Menkeu.

Selama Indonesia belum memiliki UU JPSK, pemerintah hanya bisa mengandalkan MoU dalam penanganan krisis ekonomi. Tentu saja, payung protokol berupa MoU itu kurang kuat sehingga perlu dasar hukum lain yang lebih kuat. "Kami membicarakan bagaimana BI, Kemkeu, dan LPS dapat bekerja sama lebih baik dalam penanganan krisis," kata mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan, pemerintah memang harus menyiapkan langkah-langkah pencegahan krisis ekonomi yang masih terus mengintai sampai sekarang. Sejauh ini, memang, tidak ada gangguan berarti. "Tapi, kalau Eropa terganggu kita bisa terseret, maka kita harus waspada," ujar dia.

Harry Azhar Azis, anggota Komisi Keuangan dan Perbankan (XI) DPR, menilai bahwa sah-sah saja Kemkeu mengajukan Perppu JPSK karena presiden memang berwenang menerbitkan perppu. "Tapi saya tidak melihat ada alasan kuat penerbitan perppu, karena dengan peraturan perundangan-undangan yang ada relatif sudah memadai," kata Harry yang juga Ketua Badan Anggaran DPR ini. Harry mengatakan, pembahasan Rancangan UU JPSK bisa cepat selesai. Sebab, isinya sederhana dan pemerintah tidak ngotot memaksakan kehendak.

Tahun lalu, beleid itu hampir disahkan DPR. Tapi, pemerintah ngotot memasukkan pasal kewenangan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) berdasarkan Perppu No 4/2008 tentang JPSK tetap sah dan mengikat. "Pasal itu tidak ada lagi dalam RUU JPSK yang baru," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi