Kondisi ekonomi membaik, saham-saham siklikal ini bisa dilirik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia mulai menurun. Melihat kondisi ini, pemerintah melonggarkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di beberapa daerah. Bahkan pada periode perpanjangan PPKM terbaru yakni 21 September hingga 4 Oktober 2021, disebutkan tidak ada lagi wilayah di Jawa dan Bali yang berada di level empat. 

Sementara itu, penambahan kasus Covid-19 tidak lebih dari 2.000 kasus per hari. Angka tersebut menurun 98% dibandingkan puncak yang terjadi 15 Juli 2021 yang lalu. 

Mencermati hal ini, riset JPMorgan pada Selasa (14/9) mengungkapkan, perbaikan kondisi tersebut tidak lepas dari jumlah masyarakat penerima vaksin yang terus meningkat. Adapun total vaksinasi di Indonesia telah mencapai 29% dari total populasi untuk dosis pertama dan 15% untuk penerima dosis secara lengkap.


Baca Juga: IHSG akan tetap di kisaran 6.000-6.100, investor bisa apa?

Bed occupancy ratio (BOR) rumah sakit menurun menjadi 14%. Sementara isolasi/ICU rooms menjadi 22%. Asal tahu saja, sebelumnya BOR sempat mencapai 78% dan isolasi/ICU rooms mencapai 73%. 

Adapun kepemilikan investor asing di bursa tercatat cenderung mini yakni 46%. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan akhir tahun 2020 yang tercatat 52%. 

"Kami percaya kepemilikan asing yang mini memberikan peluang naik saat kita memasuki kuartal keempat 2021 saat pembukaan kembali ekonomi," terang Head of Indonesia Research and Strategy JPMorgan Henry Wibowo, Rajiv Batra, Arnanto Januri, dan Ajay Mirchandani dalam riset. Optimisme tersebut juga ditopang outflow dari China akibat ketidakpastian peraturan yang diterapkan. 

Baca Juga: Kelanjutan moratorium sawit belum jelas, efeknya akan terlihat tiga tahun lagi

Melihat peluang pembukaan ekonomi yang masih akan berlanjut, analis menyarankan untuk memaksimalkan momentum ini dengan mengakumulasi sahan-saham siklikal. Beberapa sektor yang bisa dicermati dan diberi rating overweight adalah sektor keuangan dengan saham BBRI dan BBNI.

Dijelaskan, BBRI memiliki katalis berupa percepatan pertumbuhan pinjaman mendekati 15% untuk tahun 2022 hingga 2023. Di sisi lain, terlihat mulai adanya sinergi beban operasi pasca kesepakatan dengan Pegadaian. Adapun JPMorgan masih optimistis dengan saham BBNI dengan adanya rencana turnaround.

Terhadap kedua saham itu, JPMorgan memasang target harga Rp 5.200 per saham untuk BBRI dan Rp 6.800 per saham untuk BBNI. 

Baca Juga: Tak ada PHK, Matahari Department Store (LPPF) telah tutup 4 gerai tahun ini

Sementara itu di sektor properti, JPMorgan merekomendasikan PWON. Pengembang properti dan pemilik mal besar itu mempunyai paparan recurring income lebih dari 50%. Adapun PWON memiliki neraca yang kuat (kurang dari 5% net gearing) yang tidak menutup peluang merger dan akuisisi. Terhadap saham ini, JPMorgan memasang target harga Rp 660 per saham. 

Selain itu, investor juga disarankan mencermati SMGR. Kinerja emiten semen pelat merah itu akan terdorong oleh pemulihan sektor infrastruktur seiring penurunan Covid-19. Selain itu, aktivitas infrastruktur yang cenderung lebih tinggi di kuartal keempat.

Di sisi lain, volume yang kuat menjadi pertanda baik untuk kenaikan average selling price (ASP). Mengingat, produsen semen tengah mencari jalan keluar atas kenaikan biaya energi. Adapun katalis tambahan datang dari dari deleveraging neraca sebesar US$ 220 juta melalui SMCB dan rights issue. Saham SMGR memiliki target harga Rp 12.000 per saham. 

Baca Juga: Kelanjutan moratorium sawit belum jelas, begini rekomendasi saham CPO

Saham-saham lain yang menurut JPMorgan atraktif adalah EMTK, ANTM, MAPI, dan ASII. Adapun target harga keempatnya adalah Rp 3.400 per saham untuk EMTK, Rp 3.200 per saham untuk ANTM, Rp 830 per saham untuk MAPI, dan Rp 5.850 per saham untuk ASII. 

EMTK menarik karena memiliki katalis jangka menengah dari potensi bisnis baru dengan investasinya yang mencapai 5% di Grab pada April yang lalu. Sementara untuk ASII, analis mempercayai kondisinya akan lebih baik ke depan, apalagi setelah pendapatannya sempat mentok ke titik terendah. 

Untuk ANTM, pendapatannya akan menguat ke depan mengingat, harga nikel mencapai US$ 20.000 per ton saat ini. Di sisi lain, ANTM juga ditopang oleh sentimen rantai pasokan baterai EV di Indonesia. 

Sementara itu, MAPI akan diuntungkan sebagai sebagai grup ritel yang besar di Indonesia.  Asal tahu saja, MAPI mendominasi kategori ritel fashion salah satunya ZARA, kategori active melalui Planet Sports, Kidz Station, serta kategori F&B seperti Starbucks. MAPI baru-baru ini juga meluncurkan Digimap, reseller produk Apple resmi di Indonesia, dan akan segera membuka Subway. 

Baca Juga: BRI, Pegadaian dan PNM telah melakukan integrasi holding ultra mikro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati