Kondisi Ketidakpastian Masih Tinggi, Bagaimana Prospek Saham dan Obligasi di 2025?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek saham dan obligasi masih tetap menarik. Namun, pilihan tenor dan sektor harus diperhatikan.

Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menuturkan, instrumen obligasi didukung oleh penurunan suku bunga. Hal itu bertujuan untuk mendorong pergerakan ekonomi di tengah kenaikan pajak.

Untuk saham, Eko juga menilai tetap menarik, walaupun untuk jangka pendek ini harganya belum akan bergerak signifikan. Hal itu lantaran akan ada kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% dan kondisi ekonomi domestik yang belum terlalu positif.


Karenanya, untuk saham dia menyarankan investor untuk cermat dalam memilih sektor. Menurut Eko, sektor kesehatan dan energi masih menarik untuk dicermati.

Baca Juga: Ketidakpastian Masih Tinggi, Investor Disarankan Wait and See

"Untuk kesehatan, walaupun PPN naik menjadi 12%, tetapi saat sakit masyarakat pasti ke rumah sakit. Untuk energi, khususnya yang orientasi ekspor tidak akan terpengaruh dari PPN dan tidak berhubungan dengan ritel," ujar dia kepada Kontan.co.id, Senin (2/12).

Research and Consulting Manager Infovesta Utama, Nicodimus Anggi Kristiantoro juga berpandangan instrumen saham tetap menarik. Menurut dia, ada empat sektor yang bisa menjadi pertimbangan, yakni perbankan, energi, pertanian dan perkebunan, serta pariwisata.

Untuk pasar obligasi didorong ekspektasi pemangkasan suku bunga lanjutan dan nilai tukar rupiah yang diperkirakan akan semakin stabil. "Dengan skenario bullish yield obligasi negara Indonesia acuan tenor 10 tahun berada di 6,5%," kata Nico.

Karenanya, Infovesta menilai investor dengan tipe passive management bisa mengalokasikan investasinya sebesar 60% di kelas aset surat utang, 20% kelas aset saham, dan 20% kelas aset pasar uang.

Baca Juga: Politik AS dan Konflik Geopolitik Setir Pergerakan Rupiah Hingga Akhir 2024

Lalu untuk active management, Nico membagi dalam beberapa periode waktu. Periode Januari-Maret sebesar 50% surat utang, 35% saham, dan 15% pasar uang. Periode April-Juni 60% surat utang, 30% saham, dan 10% pasar uang.

Selanjutnya, Juli-September 60% surat utang, 30% saham, dan 10% pasar uang. Kemudian Oktober-Desember 50% surat utang, 25% saham, dan 25% pasar uang.

Adapun dari Eko menyarankan untuk investor tipe risiko agresif bisa 60% saham untuk jangka panjang, dan sisanya diatur pada jangka menengah (obligasi) dan pendek (deposito dan reksadana pasar uang). 

Lalu tipe moderat 50% saham dan emas untuk jangka panjang dan jangka pendek dan menengah kombinasi di obligasi dan deposito. Kemudian tipe konservatif 35%-40% di saham dan reksadana saham untuk jangka panjang dan sisanya di atur pada emas dan properti untuk jangka menengah.

"Jangka pendek ke deposito dan pasar uang," tutupnya.

Selanjutnya: Hasil Investasi Industri Asuransi Jiwa Rp 26,95 Triliun per Kuartal III-2024

Menarik Dibaca: Cara Melihat Spotify Wrapped 2024 untuk Mengetahui Playlist Selama 1 Tahun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati