Kondisi Keuangan BPJS Kesehatan Sehat, Dewas Ingatkan Potensi Defisit di 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. BPJS Kesehatan menyatakan bahwa kondisi keuangannya masih dalam keadaan sehat. Di mana saat ini kondisi keuangan dana jaminan  sosial (DJS) Kesehatan per 31 Desember 2023 mencukupi 4,36 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan. 

Meski kondisi keuangan masih sehat, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir mengingatkan, akan ada tantangan yang berat dihadapi BPJS Kesehatan di 2024. 

Di mana dari 267 juta peserta atau 95,75% cakupan kepesertaan Kadir mengungkapkan masih ada sekitar 53 juta peserta yang tidak aktif. 


Kedua, secara keuangan BPJS Kesehatan dibayangi tantangan potensi defisit keuangan. Mengingat ada tambahan sekitar Rp 40 triliun dari klaim atau beban yang dibayarkan di tahun 2023 dibandingkan. 

Baca Juga: Rekrutmen BPJS Kesehatan 2024 Dibuka, MInimal Lulusan D3 Semua Jurusan Bisa Daftar

"Ada kenaikan (klaim) Rp 40 triliun lebih. Dan sudah diprediksi pada tahun 2024 ini kita akan mengalami defisit tahun berjalan sekitar Rp 18,9 triliun. Artinya apa? Aset netto BPJS Kesehatan akan tergerus dan pada saatnya nanti akan terjadi defisit dan kita akan gagal bayar," jelas Kadir dalam Kaleidoskop SJSN di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kamis (11/1).

Ia menjelaskan, defisit tahun berjalan datang dari kewajiban BPJS Kesehatan dalam membayarkan klaim ke faskes yang lebih besar dibandingkan penerimaan. Adapun selisih tersebut kini masih dapat ditutup dengan aset netto. 

Hal tersebut menjadi tantangan BPJS Kesehatan ke depan yang harus diperhatikan. 

"Jadi Rp 18,9 triliun itu proyeksi, hitungan aktuaria. Proyeksi defisit tahun berjalan. Tapi kan kita masih aman karena ada aset netto yang kita bisa gunakan untuk menutupi itu (selisih biaya klaim)," jelasnya. 

Kadir menegaskan saat ini bahkan hingga 2025 dengan kondisi keuangannya BPJS Kesehatan masih bisa dikatakan sehat. Namun Ia tetap mengingatkan adanya potensi defisit tahun berjalan yang perlu dilakukan antisipasi. 

"Ini perlu dipikirkan kepada stakeholder. Alternatif mungkin dengan kenaikan iuran atau bisa dengan cost sharing atau COB dengan asuransi swasta sehingga tindakan ngga semua dicover BPJS Kesehatan," jelasnya. 

Khusus untuk kenaikan iuran peserta menurutnya menjadi kewenangan dari Presiden. Adapun konsep rencana kenaikan iuran menjadi bagian dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). 

Kendati demikian, keberlangsungan keuangan di BPJS Kesehatan harus menjadi perhatian bagi seluruh stakeholder dalam pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN). Kemudian tantangan lainnya ialah pada aspek pelayanan. 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menjelaskan, kondisi keuangan BPJS Kesehatan sesuai dengan ketentuan. Adapun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015, aset DJS dikatakan sehat jika mencukupi estimasi pembayaran klaim untuk sedikitnya 1,5 bulan ke depan, atau paling banyak 6 bulan ke depan. 

Baca Juga: Tingkatkan Layanan Nasabah Pensiun, Bank Mandiri Taspen Gandeng BPJS Ketenagakerjaan

"Keuangan kita masih cukup untuk 4,36 bulan estimasi klaim. Artinya kita sehat. Jadi masih sehat. Meskipun secara cashflow kita bisa mulai defisit tapi kita memiliki aset netto," kata Ghufron.

Dalam paparannya, aset bersih DJS Kesehatan per 31 Desember 2023 mencapai Rp 57,76 triliun (belum diaudit). Jumlah tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 2022 yakni Rp 56,51 triliun. 

Adapun Ghufron mengungkapkan, tahun 2023 ada tambahan beban pelayanan kesehatan Rp 40 triliun lebih. Dalam paparannya beban jaminan kesehatan per Desember 2023 158,8 triliun naik dari tahun 2022 sebesar Rp 113,4 triliun.

Sedangkan realisasi pendapatan iuran BPJS Kesehatan tahun 2023 sebesar Rp 151,4 triliun.

Ghufron mengatakan kenaikan klaim yang dibayarkan kepada faskes lantaran naiknya tarif layanan di faskes, perawatan pasien Covid-19 di masa endemi yang ditanggung BPJS Kesehatan serta kepercayaan masyarakat yang meningkat. 

"Kepercayaan masyarakat meningkat luar biasa, sehingga yang biasanya ngga pakai (BPJS) jadi pakai. Sehingga (naik) Rp 40 triliun lebih," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi