MOMSMONEY.ID - Belum ada gonjang-ganjing jelang Pemilu 2024. Situasi sosial dan politik yang stabil ini berpeluang meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bahkan, tahun politik yang stabil bisa memicu peningkatan produktivitas dan menggairahkan investasi. Indonesia akan memasuki tahun politik Pemilu 2024. Geliat ekonomi nasional dalam negeri diprediksi tumbuh positif. Bahkan dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 diproyeksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri berada pada kisaran 5,3%-5,7%. Platform diskusi literasi keuangan dan investasi, Tumbuh Makna menggelar diskusi dampak Pemilu 2024 pada Ekonomi Indonesia 9 Juni lalu.
Seminar ini diisi oleh para pembicara yang ahli dalam bidangnya masing-masing, di antaranya ialah Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi, Head of Research & Investment Connoisseur PT. Moduit Digital Indonesia Manuel Adhy Purwanto, serta Co-Founder Tumbuh Makna Fenny Tjahyadi. Memasuki tahun politik, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya, kondisi ekonomi politik nasional dalam kondisi stabil. Ini tidak lain karena berdasarkan beberapa survei belakangan, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) sangat tinggi sehingga terjadi stabilitas di berbagai bidang terutama bidang sosial, ekonomi dan politik.
Baca Juga: Atasi Depresi dan Kecemasan, Konsumsi 6 Makanan untuk Perbaiki Kesehatan Mental Saat ini, Yunarto melihat stabilitas nasional Indonesia terjaga dengan baik. Selepas pandemi, tren pertumbuhan ekonomi terjaga, karena itu publik juga merasa bahwa saat ini kondisinya bagus. "Maka itu tidak heran bahwa kepuasan terhadap pemerintahan saat ini mencapai level yang tinggi, khususnya pada bidang ekonomi, inflasi kita menurun, dan itu membuat publik setelah pandemi menjadi bergairah dalam melakukan kegiatan bisnis,” tambahnya. Sementara itu, berdasarkan pandangan Co-Founder Tumbuh Makna Fenny Tjahyadi, terlepas dari adanya peningkatan aktivitas ekonomi terutama di sektor konsumer, secara historis memang tidak terlihat adanya korelasi spesifik antara tahun politik dengan kinerja produk keuangan di pasar modal secara umum. Investor justru harus memperhatikan sentimen yang lebih besar yang bermain di pasar di level global seperti kekhawatiran terjadinya resesi ringan di AS dan negara Eropa pasca kenaikan agresif bunga acuan untuk memerangi inflasi. Selain itu, di Tiongkok, sebagai negara ekonomi terbesar kedua di dunia, hingga saat ini masih belum memperlihatkan adanya traksi pertumbuhan yang optimal. Fenny melihat beberapa sentimen global tersebut yang selama ini menahan IHSG untuk dapat bergerak lebih tinggi, padahal valuasi pasar saham saat ini berada di level yang atraktif. PER IHSG saat ini di 13,7 dibandingkan dengan kondisi di awal pandemi COVID-19 ketika IHSG terkoreksi hingga 3900 waktu itu, di sekitar level 13,2. "Tapi ini justru yang menjadikan kondisi saat ini sebagai kesempatan untuk mengakumulasi posisi,” tuturnya. Sementara, Direktur Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM) Eri Kusnadi menilai tahun politik ini dapat dipandang dari berbagai hal. Pada kinerja pasar obligasi diperkirakan akan positif. Sentimen pendukung datang dari suku bunga yang diperkirakan sudah mencapai puncaknya. Selain itu, inflasi juga stabil dan cenderung menurun. Suku bunga global yang diperkirakan juga akan segera mencapai puncaknya juga mendukung kinerja pasar obligasi.
Baca Juga: Bukan Hanya Kelebihan Kafein, Ini 5 Penyebab Insomnia Lain yang Perlu Diketahui Sedangkan, kinerja pasar saham juga tidak kalah secara fundamental. Menurut Erik, data Produk Domestik Bruto (PDB) dan laba perusahaan yang baik di triwulan 1 tahun 2023 ini menjadi bukti baiknya kondisi perekonomian domestik. Hanya saja berbagai pemberitaan dari luar negeri serta minimnya sentimen domestik membuat kinerja IHSG di semester 1 ini terlihat berada dalam tekanan. "Untuk reksa dana pendapatan tetap yang berbasis obligasi, Batavia masih menitikberatkan portofolio pada obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah RI. Selain itu tambahan penempatan pada obligasi korporasi pun dimungkinkan sebagai bagian dari upaya mendapatkan potensi tambahan imbal hasil,” tuturnya.
Head of Research & Investment Connoisseur Moduit, Manuel Adhy Purwanto, Pemilu bukanlah faktor utama yang dapat mempengaruhi pergerakan pasar. “Kami selalu melihat masa depan secara optimistis karena secara historis politik domestik tidak terlalu berpengaruh besar terhadap iklim investasi. Bahwa pada tahun depan akan ada Pemilu, tentu akan ada tantangan dan juga peluang," kata Manuel. Namun, hal tersebut bisa disikapi dengan melakukan diversifikasi & lebih melihat kondisi ekonomi global dan domestik. Dengan suku bunga yang sudah mendekati puncak, pilihan investasi di obligasi juga masih sangat menarik. Sedangkan untuk kelas aset saham akan tergantung dari pergerakan masing-masing saham. Baca Juga:
Peluang Mini Window Dressing Bulan Juni, Reksadana Ini Jadi Rekomendasi Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Danielisa Putriadita