Kondisi stabil jelang 2019, BNI: Saatnya pelaku usaha ajukan kredit investasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) sepanjang tahun 2018 sudah menaikkan suku bunga acuan BI 7 day reverse repo rate (7DRRR) sebanyak 175 basis poin.

Sekretaris Perusahaan sekaligus Chief Economist PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Kiryanto mengatakan langkah tersebut sudah sewajarnya dilakukan oleh BI melihat dinamika ekonomi yang terjadi secara global. Lagipula, kenaikan suku bunga saat ini belum terlalu banyak berpengaruh terhadap permintaan kredit perbankan.

Alasannya, sejumlah pelaku usaha yang melakukan pinjaman ke BNI justru mengkhawatirkan tingkat nilai tukar rupiah.


Ryan mengatakan kenaikan suku bunga acuan BI maupun Amerika Serikat (AS) yang dibarengi dengan kondisi global saat ini praktis memberikan dampak terhadap seluruh jenis kredit baik kredit modal kerja, kredit investasi maupun kredit konsumsi.

"Secara rata-rata semua terdampak, tapi bukan cuma faktor suku bunga saja penyebabnya. Bagi pelaku usaha yang memiliki kebutuhan impor baik bahan baku atau setengah jadi, mereka terbebani dari nilai tukar atau foreign exchange," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu (21/11).

Lagipula menurutnya saat ini kondisi ekonomi di dalam negeri cenderung stabil, hal ini membuat kenaikan bunga acuan bukan sepenuhnya penyebab permintaan kredit menurun. Nah, dalam situasi saat ini ditambah adanya risiko ekonomi di tahun 2019 menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) merupakan saat yang tepat bagi pelaku usaha untuk mulai mencari kredit investasi.

"Sesungguhnya, dalam kondisi yang relatif stabil itu saatnya pelaku usaha investasi, apalagi menjelang Pemilu," ungkapnya. Sebab, pasca Pilpres selesai pertumbuhan ekonomi akan mulai rebound, artinya permintaan atau kebutuhan masyarakat akan meningkat.

Pelaku usaha menurut Kiryanto sudah memandang kondisi ini, salah satunya untuk mengantisipasi peluang yang akan datang setelah Pilpres selesai. "Jadi ketika pasca Pemilu, ekonomi itu akan rebound. Permintaan akan naik. Kalau pabrik atau mesin tua, pasti sulit untuk mengantisipasi peluang ini. Justru ini saatnya investasi, saatnya mencari kredit investasi untuk bersiap-siap," imbaunya.

Sebagai informasi saja, berdasarkan data statistik perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mayoritas kredit perbankan masuk ke jenis kredit modal kerja (KMK). Dari total kredit per September 2018 yang mencapai Rp 5.120,09 triliun, sebanyak Rp 2.423,63 triliun atau 47% masuk ke KMK. Sementara kredit investasi (KI) tercatat sebesar Rp 1.267,24 triliun atau baru sebesasr 24,75% dari total kredit. Sementara sisanya sebesar Rp 1.429,21 triliun masuk ke jenis kredit konsumsi (KK).

Bila dirinci, sebenarnya kredit investasi sudah tumbuh signifikan sebesar 11,82% secara tahunan atau year on year (yoy) per September 2018. Namun faktanya, pertumbuhan tersebut masih lebih rendah kalau dibandingkan dengan kredit modal kerja yang tercatat naik 13,76% secara yoy pada periode yang sama. Walau lebih tinggi sedikit dibandingkan kredit konsumsi yang naik 11,66%.

Sementara dari sisi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL). NPL kredit investasi sebenarnya lebih rendah dibandingkan KMK yakni 2,64% per September 2018, sedangkan NPL KMK sebesar 3,2%. Posisi NPL KI juga sudah menurun jauh dibandingkan setahun sebelumnya yang sempat menyentuh 3,24%. Sebaliknya, NPL KMK belum banyak bergerak dari posisi September 2017 yakni 3,46%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi