KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hari pertama perdagangan bursa Tanah Air 2019 terpaksa ditutup memerah 0,22% ke level 6.181, Rabu (2/1). Meskipun begitu, Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan optimistis sepanjang tahun ini Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bakal menguat. Alfred mengatakan, sepanjang 2018 IHSG diperdagangkan pada rentang PE 18-22 kali. "Dengan ekspektasi pertumbuhan laba emiten di 2019 sebesar 18% maka rentang IHSG 2019 diperkirakan ada di kisaran 5.920-7.400, atau rentang PE 16x-20x," katanya kepada Kontan, Rabu (2/1).
Dia pun merekomendasikan 11 saham yang diprediksi mampu menjadi jawara sepanjang 2019, di antaranya seperti
BMRI,
BBNI,
WSBP,
WSKT,
PGAS,
TLKM,
ISAT,
MYOR,
INDF,
ASII dan
SRIL. "Saham-saham tersebut dipilih lantaran melihat fundamental sektor dan valuasinya," ungkapnya. Namun, sepanjang 2019 Alfred juga mengingatkan bahwa ada beberapa sentimen negatif yang patut menjadi perhatian pelaku pasar. Pertama dari eksternal, di mana dampak lanjutan dari kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) di 2019 terkait suku bunga acuan perlu menjadi perhatian. Selanjutnya, dinamika perang dagang juga diperkirakan masih akan berlanjut di 2019. Sentimen negatif lainnya yang bisa menjadi penghambat laju IHS yakni penurunan atau rendahnya harga minyak dunia terhadap harga komoditas lain seperti CPO, logam dan batubara. "Selain itu, dinamika pemerintahan Trum dengan Parlemen dan The Fed turut jadi sentimen negatif. Serta, berakhirnya program
quantitative easing (QE) Eropa dan ekspektasi kenaikan suku bunga," paparnya. Dari dalam negeri, Alfred menilai ada lima faktor yang bisa berdampak negatif bagi IHSG 2019, seperti stabilitas nilai tukar rupiah akibat dampak dari sentimen The Fed dan Perang Dagang. Selanjutnya ada kenaikan suku bunga, dinamika politik pra-pemilu, serta harga komoditi khususnya CPO yang masih tertekan.
"Penurunan, harga minyak mentah, cadangan dan program biodiesel dari sentimen harga minyak dunia yang renda," jelasnya. Selain itu, ada juga faktor defisit neraca transaksi berjalan (CAD), termasuk defisit neraca perdagangan. Terakhir, adalah faktor pemerintah dalam mengomunikasikan kebijakannya, seperti yang terjadi di tahun lalu dalam membahas kebijakan terkait batubara, tarif tol, tarif gas, pembatalan kenaikan harga BBM dan lainnya. "Di 2019 ini, masih akan ada program Holding BUMN, dan itu perlu dikomunikasikan dengan baik," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto